Dalam registrasi perkara Nomor 205/P.dt.G/2017/PN.Mlg, ada perbuatan melawan hukum dilakukan oleh tergugat yaitu Achmad Tjakoen Tjokrohadi, bersama 7 orang lain yaitu Agus Budianto, Ani Hadiastuti, ahli waris almarhum Ani Hadi (5 orang), Agustin Kemalawati, Agus Budi Wasono, Setyo Budi Hartono, Agus Heri Purnomo.
Agenda sidang hari ini adalah mediasi antara penggugat dan tergugat yang sudah memasuki pemanggilan ketiga.
Sekedar diketahui, Tjakoen merupakan pensiunan TNI yang dikaruniai delapan anak dari pernikahannya dengan almarhum Boediharti. Tatik merupakan anak keempat. Rumah tersebut adalah rumah Tjakoen yang Tatik kecil pernah tinggal di dalamnya. Saat ini rumah tersebut masih ditemani Tjakoen bersama dua anaknya dan cucu-cucunya.
"Agenda hari ini adalah mediasi. Kami mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, atas terbitnya akta hibah. Padahal, klien kami sudah membayar lunas obyek rumah di tahun 2000, nilainya sekitar Rp 700 juta. Dengan begitu, mestinya ada akta jual beli, bukan akta hibah," ujar Aswanto kuasa hukum Tatik (penggugat) kepada wartawan di PN Kota Malang Jalan Ahmad Yani, Selasa (13/2/2018).
Menurut dia, ini merupakan persoalan yang berlarut-larut yang sudah semestinya harus diselesaikan. Kliennya memiliki hak yang sama di mata hukum atas fakta dan bukti yang dimiliki. "Kami ingin keadilan, terkait apa yang sudah terjadi, ada bukti-bukti yang nantinya bisa diuji dalam persidangan," tegasnya.
Anak-anak Tjakoen selaku tergugat, terlihat hadir di PN Kota Malang. Mereka datang didampingi kuasa hukumnya. Sementara untuk Tjakoen tak bisa menghadiri panggilan persidangan, karena usia dan kondisi kesehatannya.
Kuasa hukum Tjakoen dan anak-anaknya, Setyo Budi Hartono mengaku, bahwa kliennya menang dalam perkara yang pernah disidangkan sebelumnya. Seperti dalam putusan Mahkamah Agung teregister 492K/AG/2012 atas kasasi pembatalan akta hibah yang diajukan oleh Tatik.
Sebelumnya, Pengadilan Agama Kota Malang memutuskan gugatan perkara pembatalan akta hibah Nomor 1000/Pdt.G/2011/PA.Mlg pada 17 Juni 2011 lalu, diajukan oleh Tjakoen bersama 7 anaknya. Atas keputusan itu, Tatik mengajukan Peninjauan Kembali (PK) hingga kasasi di Mahkamah Agung.
Akta hibah terbit, setelah tiba-tiba muncul surat pernyataan pemberian hibah obyek tanah dan rumah di Jalan Diponegoro, Kota Malang, yang ditempati Tjakoen kepada Tatik, putri keempatnya.
Belakangan surat pemberian hibah dituding syarat penipuan. Tjakoen merasa tidak memberikan hibah tunggal sampai terbit sertifikat tanah atas nama Tatik. Di sinilah persoalan mulai muncul, gugatan pembatalan akta hibah dilayangkan ke Pengadilan Agama Kota Malang. (iwd/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini