Kepala Dusun Kertoharjo, Desa Kintelan Matali mengatakan, ke-8 korban DBD di kampungnya antara lain Noer Arif (28), Farhan (8), Fitri (17), Anas (12), Muhammad Rofi (11), Nabila (5), Ali Firdaus (6 bulan) dan Azizi (5).
Menurut dia, para korban sempat menjalani perawatan di 4 rumah sakit berbeda. Antara lain RS Dian Husada, RSI Sakinah, RS Gatoel dan RS Reksowaluyo.
"Semua yang kena DBD hasil lab trombositnya turun, ada yang 17 (17.000 sel/mm kubik) ada juga yang 59 (59.000 sel/mm kubik)," kata Matali kepada wartawan di rumahnya, Jumat (2/2/2018).
Trombosit normal untuk orang dewasa 150.000-400.000 sel/mm kubik. Sementara untuk anak-anak 150.000-450.000 sel/mm kubik.
Dari 8 orang yang terkena DBD, lanjut Matali, 2 diantaranya meninggal dunia. Yakni Muhammad Rofi dan Ali Firdaus.
"Rofi meninggal seminggu yang lalu, kalau Ali Firdaus kemarin (1/2) jam 9 pagi (pukul 09.00 WIB). Kalau korban yang lain sempat dirawat di rumah sakit, sekarang sudah membaik," ungkapnya.
Upaya pencegahan DBD, kata Matali, telah dilakukan dengan fogging (pengasapan). Pada 7 Januari lalu, warga melakukan fogging secara swadaya. Sementara fogging dari Puskesmas Puri baru dilakukan 11 Januari lalu. Namun, penyebaran DBD tetap saja tak terbendung.
"Warga fogging swadaya karena pemerintah tak juga turun tangan. Akhirnya orang tua salah satu korban memberi uang untuk beli obat fogging," terangnya.
Kasus DBD ini rupanya belum didengar oleh Pemkab Mojokerto. Meskipun petugas dari Puskesmas Puri sudah datang ke Dusun Kertoharjo dan melakukan fogging.
Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto dr Langit Kresna Janitra mengaku belum menerima laporan adanya kasus DBD di wilayahnya.
"Tidak ada laporan dari Puskesmas Puri. Tadi saya sudah tanyakan ke kepala puskesmasnya, tidak ada laporan, datanya tidak ada yang masuk," tandasnya. (fat/fat)