Kepala Seksi Museum Sejarah dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Lamongan, Miftah Alamudin mengatakan batu prasasti di tengah telaga tersebut diduga batu yang dipasang orang pintar pada zaman dahulu sebagai tolak bala atau batu tumbal. Tujuannya, agar warga desa tersebut tidak terserang pagebluk atau wabah penyakit.
Warga, kata Udin, juga jarang mendekat karena lokasinya yang berada di tengah telaga. Apalagi untuk menelusuri dan menggali prasasti tersebut. Pihaknya pun akan bekerjasama dengan pemerintah Desa Keben mengembangkan lokasi Telaga Batu menjadi salah satu potensi desa.
"Warga mengenalnya sebagai telaga talak bala. Tapi dinas dan pemdes merencanakan akan melestarikan situs ini sebagai lokasi cagar budaya di Lamongan dan juga akan diarahkan sebagai kawasan wisata desa setempat," kata Udin kepada detikcom saat di lokasi prasasti Keben, Jumat (2/2/2018).
Sementara seorang pemerhati budaya Lamongan, Supriyo mengaku prasasti ini belum diketahui pasti sejak kapan berada.
"Tapi prasasti di tengah desa dan terendam air telaga, ini pernah tercatat dalam register Belanda tahun 1906," jelas Priyo.
Dari data register Belanda tersebut, terang Priyo, diketahui jika prasasti ini berhuruf Jawa kuno dengan tinggi 132 cm dan lebar 105 cm dengan ketebalan 10 cm.
"Mengingat lokasi prasasti ini sekarang berada di sebuah genangan air, hingga sekarang belum dapat dilakukan pemotretan, pengukuran dan pemantauan ulang sehingga bentuk fisik prasasti belum dapat ditampilkan," jelas Priyo.
Meski beraksara Jawa kuno, jelas dia, namun tulisan yang ada di prasasti sulit dibaca. "Dugaan sementara, aksara di prasasti batu ini satu zaman dengan prasasti-prasasti lain yang ditemukan di Lamongan, yakni saat masa Erlangga," papar Priyo yang juga ketua Lesbumi (Lembaga seniman budayawan muslimin Indonesia) Lamongan. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini