Ketiga pihak itu, mau tak mau harus datang ke kantor Satpol PP Kota Blitar. Sebagian besar, para guru ini mengaku jika muridnya yang terciduk dalam razia sudah tidak masuk sekolah sejak awal.
"Mereka ini tidak masuk sekolah sejak pagi. Jadi bukan dari dalam sekolah terus keluar areal sekolah, gak kembali lagi, " kata Huda, bagian kesiswaan SMPN 8 Kota Blitar pada detikcom, Kamis (18/1/2018).
Huda justru mengaku, dialah yang menginformasikan pada pihak satpol PP untuk melakukan razia.
"Saya yang kasih tau satpol PP buat razia mereka. Soalnya kami pihak sekolah sudah angkat tangan dengan murid satu itu. Sering bolos, buat surat palsu. Dibina berkali-kali tetap gak mempan. Coba kalau yang dihadapi sekarang satpol PP, gimana reaksi dia," ujarnya.
Menurut Huda, kalau masalah keamanan sekolah, dia berani menjamin semua sekolah telah menerapkan standar pengamanan sesuai aturan.
"Kalau di kota, semua sekolah itu sudah menerapkan pengamanan sesuai SOP. Bocah ucul ki ra enek (anak keluar lingkungan sekolah tanpa izin, itu tidak mungkin ada). Yang ada, mereka memang tidak masuk sejak pagi," tandasnya.
Apa sanksi bagi pelajar yang terciduk razia? Huda menjelaskan, sistem kurikulum 13 telah jelas mengatur semuanya.
"Dalam penilaian itu ada tiga aspek yang menjadi acuan siswa naik atau tidak. Kurikulum itu dnilai dari aspek kompetensi religius dan sosial. Jika siswa mendapat nilai C, otomatis dia tidak bisa naik kelas. Aspek ini dilihat dari kedisiplinan siswa selama proses belajar mengajar," paparnya.
Menurut Huda, walaupun siswa tersebut aspek akademis dan ketrampilannya A, namun jika aspek religius dan sosialnya C, akan langsung dinyatakan tidak naik kelas.
Terkait tindakan dari Dinas Pendidikan Kota Blitar, belum bisa dikonfirmasi. Namun informasi yang didapat dari sekretaris Satpol PP, usai acara di gedung dewan, kepala Dinas Pendidikan bersama anggota dewan akan datang ke kantor satpol PP. (iwd/iwd)











































