Kondisi ini dikeluhkan para penyandang disabilitas. Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Mojokerto Andri Wibowo mengapresiasi langkah Pemkot menyelamatkan para tuna netra dengan membangun tembok di ujung trotoar simpang empat Gedongan, Magersari.
Dengan begitu tuna netra tak akan tercebur ke sungai saat melewati guiding block di trotoar tersebut. Hanya saja, penutupan celah yang mengarah ke sungai masih menimbulkan persoalan lain. Saat tuna netra melewati trotoar ini, terpaksa harus turun ke Jalan Gajah Mada akibat terhalang tembok. Pasalnya, jembatan hanya selebar jalan raya sehingga trotoar terputus tepat di jembatan.
"Saat lampu hijau sangat berbahaya bagi tuna netra maupun pejalan kaki lainnya. Kalau ada pengendara yang kurang awas, bisa tertabrak, rawan terjadi kecelakaan," kata Andri saat melihat pembuatan tembok di trotoar simpang empat Gedongan, Selasa (9/1/2018).
Pria yang kaki kanannya lumpuh akibat folio ini berharap, Pemkot Mojokerto membangun jembatan selebar trotoar di atas sungai tersebut. Dengan begitu, para penyandang tuna netra maupun pejalan kaki bisa melintasi sungai menuju ke Jalan Pemuda, tanpa turun ke Jalan Gajah Mada.
"Harapan saya pemerintah lebih detil lagi dalam pembangunan, khususnya untuk mengakomodir kebutuhan para penyandang disabilitas," ujarnya.
Selain itu, lanjut Andri, pembangunan trotoar di sepanjang Jalan Gajah Mada-Pahlawan kurang menjamin keselamatan penyandang tuna netra. Meski dilengkapi guiding block, kontur trotoar yang dibuat naik-turun menyesuaikan jalan masuk ke rumah warga dan pertokoan, berpotensi membuat tuna netra tergelincir atau terjungkal.
Baca Juga: Viral Foto Trotoar di Mojokerto yang Bisa Bahayakan Disabilitas
"Kalau memang untuk penyandang disabilitas, harusnya trotoar dibuat rata permukaannya, tidak naik-turun begitu," terangnya.
Hal itu diperparah dengan tak adanya fasilitas bagi tuna netra untuk menyeberang jalan. "Harusnya kalau ada guiding block untuk tuna netra, juga dilengkapi peringatan bagi pengendara kalau ada penyandang disabilitas yang mau menyeberang. Mungkin semacam sirine yang ada tombolnya," cetusnya.
Dikonfirmasi terkait beberapa persoalan tersebut, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto Agoes Heri Santoso berdalih menunggu anggaran. Pihaknya berencana membangun jembatan khusus pejalan kaki di simpang empat Gedongan agar trotoar tersambung dengan trotoar di Jalan Pemuda.
"Lebarnya sama dengan trotoar yang ada, dibuat jembatan. Rencananya bulan Februari (2018) kalau anggaran sudah turun," jelasnya.
Terkait kontur trotoar yang tak rata, Agoes mengakui akibat dari perencanaan pembangunan yang tak mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas. Menurut dia, pembangunan trotoar hanya memperhatikan kebutuhan warga dan pengusaha toko di sepanjang Jalan Gajah Mada-Pahlawan.
"Secara estetika juga kurang bagus, harusnya diratakan," ungkapnya.
Sementara soal fasilitas penyeberangan jalan untuk penyandang tuna netra, menurut Agoes merupakan usulan yang bagus. Dia mengakui selama ini pemerintah belum memikirkan kebutuhan akan fasilitas tersebut.
"Bisa juga dibuat khusus lampu penyeberangan, otomatis kalau tuna netra mau menyeberang langsung bunyi, pengendara harus berhenti. Nanti coba kami fikirkan bersama Dishub," tandasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini