Seperti biasa, tiba di sekolah mereka langsung berbaur dengan temannya masing-masing. Maklum saja, setelah dua minggu lebih liburan, anak-anak seakan melepas kangen dengan teman-temannya.
Kesedihan justru dialami orang tua dan guru perempuan. Mereka tak kuasa menahan air mata melihat anak-anaknya harus belajar menumpang di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Raden Wijaya di Jalan Pekayon 1 No 99A, Kelurahan/Kecamatan Kranggan.
"Saya yang justru tidak bisa menahan kesedihan melihat anak-anak harus belajar di tempat orang. Bagaimana pun juga, anak-anak merasa ini bukan tempatnya," kata Kepala SDN Kranggan I Endang Soenarjati kepada wartawan di lokasi, Rabu (3/1/2018).
Perempuan yang sejak 1993 menjabat Kepala SDN Kranggan I ini bersyukur anak-anak didiknya bisa langsung menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Hanya saja, sejumlah kendala dialami di hari pertama menumpang di kampus swasta ini.
Salah satunya keterbatasan ruang kelas. Menurut Endang, hanya ada 5 ruang kelas di kampus ini, sedangkan dibutuhkan 6 kelas untuk menampung 248 anak didiknya.
"Kelas VI akan menempati aula di lantai atas, tapi kondisinya kotor karena jarang ditempati. Sehingga Kelas VI bergantian dengan kelas I, kelas I kami pulangkan jam 9, biasanya pulang jam 10, biar adaptasi dulu," ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut Endang, kegiatan belajar mengajar juga belum bisa maksimal akibat tak adanya buku pelajaran. Buku-buku tematik itu sampai saat ini tertahan di dalam SDN Kranggan I yang disegel oleh ahli waris.
Guru dan orangtua siswa menangis haru/ Foto: Enggran Eko Budianto |
"Kami tak berani ambil (buku), takut menyalahi. Sementara hari ini masih topik hari pertama masuk sekolah. Materi yang diangkat pun seandainya tanpa pakai buku, masih bisa," terangnya.
Tak adanya kantin, menurut Endang, juga menjadi persoalan bagi peserta didiknya. "Kantin di kampus ini tak menyediakan makanan untuk anak-anak SD, mungkin mereka belum tahu kalau akan ada anak-anak sekolah di sini," ungkapnya.
Tak hanya kelas I, tambah Endang, khusus hari ini siswa kelas II-VI akan dipulangkan satu jam lebih awal dari biasanya, yakni pukul 11.30 WIB. Dia hanya berharap agar Pemkot Mojokerto segera menuntaskan sengketa di SDN Kranggan I agar anak-anak bisa belajar dengan nyaman.
"Harapan kami hanya supaya anak-anak segera bisa belajar di sekolah mereka," tegasnya.
Kondisi tempat belajar sementara yang kurang layak membuat sedih para orang tua siswa. Seperti yang dikatakan Sunaringati, salah satu wali siswa kelas VI SDN Kranggan I.
"Saya sedih karena melihat anak-anak tak bisa belajar di tempat yang layak. Yang saya takutkan itu, cicit saya anak kelas VI kan rencananya pertengahan Januari persiapan ujian berbasis komputer, secara psikologis terpengaruh sekali," tandasnya.
Ahli waris almarhum Sareh Sujono sejak Senin (1/1) menyegel pintu gerbang SDN Kranggan I di Jalan Pekayon 1 No 39, Kelurahan/Kecamatan Kranggan. Mereka mengklaim sebagian tanah di area sekolah ini sebagai milik mereka.
Dari luas total 2.700 meter persegi, 1.590 meter persegi diantaranya dalam sengketa. Akibat penyegelan ini 248 siswa sekolah tersebut tak bisa masuk ke dalam sekolah sehingga kegiatan belajar tak bisa dijalankan. (fat/fat)












































Guru dan orangtua siswa menangis haru/ Foto: Enggran Eko Budianto