Bupati Trenggalek, Emil Elestianto Dardak, mengatakan, pemerintahannya berkomitmen untuk mewujudkan program bebas pasung 2019. Saat ini Pemkab Trenggalek telah memiliki dua fasilitas kesehatan yang bisa dijadikan rujukan untuk para penyandang gangguan jiwa, lengkap dengan dokter jiwanya.
"Rujukan itu di Puskesmas Karanganyar dan RSUD dr Soedomo Trenggalek. Namun di luar itu kita memang membutuhan situasi masyarakat yang kondusif, makanya akan ada rumah tranisi, sehingga setelah perawatan ada jeda untuk beradaptasi," kata Emil usai pencanangan bebas pasung di Pendapa Trenggalek, Rabu (27/12/2017).
Emil optimis, target bebas pasung tersebut bisa diwujudkan, terlebih saat ia melihat semangat dari para petugas medis dan sosial yang melakukan gerakan secara masif di seluruh wilayah Trenggalek dengan menyisir para korban pasung.
"Langkah yang kami ambil itu berbasis solusi, jadi setelah dilepas dari pasung mereka menjalani perawatan di rumah sakit jiwa maupun puskesmas rujukan, untuk menstabilkan kondisi kejiwaan dan kesehatan, sehingga tidak sekedar membebaskan begitu saja," jelasnya.
Lebih lanjut, suami Arumi Bachsin ini menjelaskan, pembebasan pasung juga akan didukung dengan proses pendekatan persuasif guna mencari penyebab gangguan kejiwaan yang melatarbelakangi masing-masing korban pasung.
"Kami akan yakinkan pihak keluarga dan dijelaskan tentang kondisi kejiwaan si ODGJ tersebut, apa titik trigernya yang memicu terjadinya gangguan jiwa itu harus ditangani, bagaimana menghilangkan pemicu ini," imbuhnya.
Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Gangguan Jiwa, Dinas Kesehatan Trenggalek, Agus Hari Widodo, mengatakan, saat ini jumlah ODGJ yang mengalami pemasungan terus mengalami penurunan. Dari total 53 korban pasung pada tahun 2017, 29 diantaranya kini telah dibebaskan.
"Awal tahun itu kami mencatat ada 48 pasung, kemudian bertambah lagi lima, dari proses pembebasan yang kami lakukan bersama instansi terkait saat ini tinggal 24 yang belum dibebaskan," kata Agus
Dari 29 ODGJ yang dibebaskan dari pemasungan, 80 persen diantaranya saat ini telah dikembalikan ke pihak keluarga dan masyarakat untuk menjalani proses perawatan dan bersosialisasi terhadap lingkungan.
Untuk mewujudkan bebas pasung di tahun 2019, dibutuhkan kerjasama yang intensif di antara instansi terkait, mulai dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Keluarga ODGJ, lingkungan hingga pemerintah desa.
Menurutnya, peran serta lingkungan dan keluarga adalah salah satu faktor penting yang ikut menentukan proses pembebasan korban pasung. Karena apabila stigma dan perlakukan dari lingkungan maupun pihak keluarga tidak mengalami perubahan. Maka hampir dipastikan nasib para korban pasung tidak akan mengalami perkembangan uang lebih baik.
"Ada beberapa korban pasung itu saat ini yang hidup normal dan sembuh dari gangguan kejiwaan, bahkan sudah bekerja jual telur asin, ada juga yang membuat kerajinan sapu. Itu terwujud karena dukungan dari keluarga dan lingkungan yang baik," jelasnya.
Agus menambahkan, selain stigma, dari masyarakat, peran keluarga juga sangat dibutuhkan terhadap proses pengobatan yang harus dijalani para korban pasung, utamanya menyangkut kewajiban mengonsumsi obat-obatan yang dibutuhkan.
s
Dari hasil pendataan yang dilakukan Dinas Kesehatan serta Dinas Sosial Trenggalek, pemasungan ODGJ di wilayah Trenggalek berbeda dengan sebagian besar pasung yang terjadi di daerah lain. Karena rata-rata dikurung dalam bilik bambu berukuran kecil, sehingga hanya bisa duduk dan tidur.
Para keluarga dan lingkungan bisanya terpaksa melakukan tindakan pasung, karena ODGJ yang bersangkutan sering mengamuk sehingga dinilai membahayakan keluarga maupun masyarakat yang ada di sekitarnya.
"Yang jelas, pasung bukan solusi dan pasung justru akan memperparah kondisi kejiwaan korban," imbuhnya. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini