Kasihan, Selama 9 Tahun Alif BAB Melalui Perut

Kasihan, Selama 9 Tahun Alif BAB Melalui Perut

Enggran Eko Budianto - detikNews
Rabu, 27 Des 2017 11:59 WIB
Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto - Miris melihat kondisi Febrio Nur Alif. Sejak usia 7 bulan, bocah 9 tahun ini harus menjalani Kolostomi, yakni pembuatan lubang di perut untuk mengeluarkan feses (kotoran). Itu setelah Febrio mengalami kelainan pada saluran ekskresi (Proses pengeluaran sisa metabolisme).

Ditemui detikcom di rumahnya, Dusun Gembongan Kulon RT 25 RW 7, Desa Gembongan, Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Alif tampak tiduran di kursi ruang tamu. Sementara sang ibu, Emik Jayanti (32) sibuk mengganti kantung plastik di perut sisi kanan Alif.

Kantong plastik itu harus segera diganti saat feses sudah mulai banyak. Jika tidak, bau tak sedap dari kotoran Alif akan menyebar ke mana-mana.

Emik mengatakan, Alif mengalami kelainan pada saluran pembuangan kotoran sejak tahun 2007 silam. Saat itu usia Alif baru 7 bulan.

"Saat itu adik (Alif) menangis terus dan BAB (buang air besar) darah," kata ibu tiga anak ini mengawali perbincangan dengan detikcom di rumahnya, Rabu (27/12/2017).

Alif pun dibawa ke Puskesmas Gedeg untuk menjalani perawatan. Oleh dokter puskesmas, anak ke 2 dari 3 bersaudara ini dirujuk ke RSUD RA Basoeni, Gedeg, Mojokerto.

"Tujuh hari di rumah sakit, dokternya baru datang, kondisi perut adik sudah membesar karena tak bisa BAB, kemudian dirujuk ke RSU Dr Soetomo di Surabaya," ujarnya.

Emik menuturkan, dari foto rontgen di RSU Dr Soetomo, terlihat saluran feses di dalam perut Alif mengalami perlengketan. Sehingga kotoran dari saluran percernaannya tak bisa keluar melalui anus.

"Kalau anusnya normal. Setelah kotoran dikeluarkan melalui hidung dan saluran kencing, dokter melakukan operasi kolostomi, dibuatkan lubang di perut untuk mengeluarkan kotoran," terangnya.

Febrio sejak usai 7 tahun BAB melalui perut/Febrio sejak usia 7 tahun BAB melalui perut/Foto: Enggran Eko Budianto


Pasca operasi hingga kini, Alif harus BAB melalui perutnya. Agar feses tak tercecer, dokter menyarankan menggunakan kantong kolostomi untuk mewadahi kotoran Alif. Namun, terbatasnya biaya yang dimilik Emik, kantong khusus itu diganti dengan kantong plastik biasa.

"Harusnya pakai kolostomi bag (kantong kolostomi), tapi harganya mahal, Rp 75 ribu per biji dan 3 hari sekali harus ganti," ungkapnya.

Terlebih lagi setelah Emik bercerai dengan suaminya Amin Budiono, warga Desa Jatipasar, Trowulan, Mojokerto tahun 2012 lalu. Jangankan untuk membeli kantong kolostomi, untuk jajan Alif dan anak ketiganya Tri Angga Putra, Emik mengaku kesulitan.

"Saya sebelumnya bekerja di warung nasi, bagian masak. Sekarang endak kerja, hanya merawat adik. Kalau makan ikut ibu saya, jajan Alif dari pemberian para dermawan," tambahnya.

Emik mengakui, terhentinya pengobatan Alif bukan masalah biaya. Menurut dia, biaya pengobatan Alif mulai dari Puskesmas Gedeg, RSUD RA Basoeni hingga RSU Dr Soetomo ditanggung pemerintah melalui program JKN KIS.

"Harusnya adik dioperasi lagi untuk menyambung ususnya supaya BAB bisa lancar lewat anus. Namun, data rekam medis Alif hilang semua saat saya pindahan rumah setelah berpisah sama suami. Sehingga RSU Dr Soetmo tidak bisa melakukan operasi," jelasnya.

Upaya untuk meminta data tersebut ke RSU Dr Soetomo sudah dilakukan Emik. Namun, tanpa nomor registrasi Alif, pihak rumah sakit kesulitan untuk mencari di tengah tumpukan data pasien lainnya.

"Sayanya yang putus asa. Saya juga sudah habis uang banyak tak ada perubahan pada adik, untuk makan dan transportasi selama di Surabaya saja habis hampir Rp 3 juta," tuturnya.

Setelah 9 tahun berlalu, kini Emik kembali mempunyai harapan untuk kesembuhan Alif. Seorang dokter di Mojokerto berjanji akan menanggung penuh biaya pengobatan Alif, termasuk juga kebutuhan Emik selama di Surabaya.

"Kemarin sudah diperiksa di rumah sakit di Surabaya, tapi dilanjutkan lagi tanggal 3 Januari nanti," tandasnya. (fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.