"Memang saya mewajibkan pakai batik tiap Kamis untuk pelajar SD-SMP di Ponorogo," tutur Bupati Ipong kepada detikcom, Kamis (21/12/2017).
Menurutnya, aturan ini sama sekali tidak memberatkan wali murid. Karena seperti sebelumnya, aturan memakai batik ini memang sudah ada untuk hari Rabu-Kamis. Tapi motifnya tidak ditentukan, baru tahun ini saja ditentukan motif khas Ponorogo sesuai pemenang lomba batik tahun 2016 lalu. Pemenangnya yakni Mukti Wibowo.
"Nah, ini yang mulai ramai diperbincangkan dan gaduh, dari 90 ribu siswa yang diwajibkan, ada 30 orang yang protes, kan ndak banyak," terangnya.
Sementara saat ini, harga batik untuk pelajar lengan pendek Rp 72,5 ribu, sedangkan lengan panjang seharga Rp 75 ribu. Baginya, harga batik ini masih murah serupa dengan seragam yang lain.
"Harga ini yang menentukan perajin, bukan saya. Kalau saya yang menentukan betapa gaduhnya nanti," jelasnya.
Mewajibkan pelajar dan PNS untuk memakai batik ini sebenarnya, lanjut Ipong, untuk membuka pasar bagi para perajin lokal batik. Apalagi batik sempat berjaya di Ponorogo pada tahun 1940-1970an.
"Selain itu, supaya Ponorogo punya identitas batik yang khas sekaligus industri batik di Ponorogo mulai hidup kembali," tambahnya.
Ipong pun menegaskan batik bisa langsung dibeli ke perajin batik. Namun dari 90 ribu pelajar yang seharusnya siap hingga akhir Desember 2017 ini, para perajin ternyata tidak sanggup. Sehingga ia pun membebaskan pelajar kelas 6 atau kelas 3 SMP tidak beli karena memang jatah sekolahnya tinggal sebentar dan lulus.
"Bukannya membebaskan sebenarnya, cuma karena batiknya juga belum ada. Khusus kelas 6 dan kelas 3 SMP tidak usah beli tidak apa-apa," pungkasnya. (fat/fat)