Desa ini Jadi Langganan Banjir Selama 53 Tahun, Begini Ceritanya

Desa ini Jadi Langganan Banjir Selama 53 Tahun, Begini Ceritanya

Enggran Eko Budianto - detikNews
Rabu, 20 Des 2017 15:01 WIB
Desa ini Jadi Langganan Banjir Selama 53 Tahun, Begini Ceritanya
Desa Kademangan di Jombang ini menjadi langganan banjir sejak 1964 (Foto: Enggran Eko Budianto)
Jombang - Diapit tiga sungai besar membuat Desa Kademangan, Mojoagung, Jombang menjadi langganan banjir sejak tahun 1964 silam. Penderitaan psikis, kehilangan harta benda hingga gangguan kesehatan pun dialami penduduknya. Begini kisah mereka.

Matahari begitu terik menemani kesibukan warga Dusun Kebondalem, Desa Kademangan. Hingga pukul 11.00 WIB, kaum pria dan wanita di kampung ini sibuk membersihkan rumah dari lumpur sisa-sisa banjir semalam.

Ada yang mengepel lantai rumah, mencuci pakaian, hingga mencuci kursi plastik yang terendam lumpur. Sementara banjir masih menggenangi jalan di kampung ini dengan ketinggian hingga selutut orang dewasa.

Salah satunya Sri Rejeki (56), warga RT 4 RW 3 Dusun Kedondalem. Nenek 5 cucu ini sibuk membersihkan lumpur sisa banjir yang meluber di halaman rumahnya. Banjir semalam memaksa dia dan keluarganya mengungsi lantaran ketinggian air di rumahnya mencapai 1,5 meter.

"Saya tinggal di sini sejak tahun 1964. Saat itu saya masih sekolah kelas 2 SD," kata Sri mengawali perbincangan dengan detikcom di rumahnya, Rabu (20/12/2017).

Dia menuturkan, 53 tahun silam, Dusun Kebondalem masih dihuni segelintir orang. Salah satunya ayah Sri yang merupakan pensiunan karyawan pabrik kain di Desa Kademangan. Rumah yang kini dia tinggali merupakan warisan dari sang ayah.

"Sejak tahun 1964, kampung ini memang sudah menjadi langganan banjir, tapi dulu ketinggian air maksimal 1 meter di dalam rumah. Dulu hanya ada 8 keluarga yang tinggal di sini, rumah masih dari bilik bambu. Mau bagaimana lagi, kami tak punya tempat tinggal lain," ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, kini Dusun Kebondalem menjadi permukiman padat penduduk. Rumah-rumah warga mayoritas sudah permanen. Namun, masalah banjir terus menghantui warga.

Seperti yang terjadi Selasa (19/12/2017) malam. Banjir setinggi 1-2,5 meter merendam ratusan rumah penduduk di Dusun Kademangan dan Pekunden. Sebanyak 320 jiwa harus dievakuasi ke tempat aman.

Banjir yang rutin merendam Kebondalem akibat meluapnya Sungai Catakbanteng, Sungai Gambiran dan Sungai Gunting. Kampung ini memang diapit oleh ketiga sungai tersebut.

"Kalau hujan deras di wilayah Wonosalam (wilayah hulu), di sini selalu banjir karena sungainya meluap dapat kiriman air dari atas (hulu). Selama musim penghujan setiap tahunnya, bisa sampai 17 kali kampung kami kebanjiran," ungkapnya.

Banjir paling parah, lanjut Sri, terjadi tahun 1991. Saat itu banjir menenggelamkan rumah-rumah penduduk. Ketinggian air mencapai atap rumah.

"Saat itu air datangnya sangat cepat, saya tak sempat menyelamatkan barang-barang. Ternak bebek hanyut, perabotan rumah tangga rusak, pakaian rusak kena lumpur," kisah ibu 3 anak ini.

Persoalan banjir yang terus terjadi sampai saat ini, membuat Sri jengah. Betapa tidak, setiap hujan deras datang, istri almarhum Lasiyo ini selalu dihantui rasa khawatir akan keselamatan keluarga dan harta bendanya.

Belum lagi masalah kesehatan. Meski tak sampai terjangkit penyakit kulit maupun diare, banjir setidaknya membuat Sri dan keluarganya kelelahan. Pasalnya, mereka harus terjaga sepanjang malam di penggungsian. Saat banjir surut, dia harus kembali ke rumah untuk bersih-bersih.

"Binatang buas juga kerap masuk ke rumah karena banjir, seperti ular, kelabang. Datangnya dari sawah depan rumah," tutur nenek yang kini tinggal serumah dengan anak, menantu dan cucunya itu.

Saking seringnya dilanda banjir, membuat warga Kebondalem belajar dari pengalaman. Sebelum banjir datang, warga lebih dulu mengevakuasi perabotan rumah dan benda berharga lainnya ke tempat yang lebih tinggi. Masing-masing rumah warga dilengkapi rak dari kayu yang dipasang di tembok pada ketinggian di atas 1,5 meter.

"Kalau kelihatan hujannya deras sejak siang, biasanya jam 4-5 sore saya langsung siap-siap. Perabotan dapur, TV, baju sama peralatan sekolah cucu saya naikkan ke rak biar tak rusak maupun hanyut kena banjir," cetusnya.

Kini Sri berharap pemerintah lebih serius menangani banjir yang rutin melanda kampungnya. "Seharusnya sungai dikeruk, diperdalam, kan sudah terlalu dangkal. Agar air sungai tak meluap," harapnya.

Derita serupa juga diterangkan oleh Agus Karya Muda (45), warga Kebondalem. Banjir semalam membuat bapak tiga anak ini kehilangan sebuah TV 14 inchi. Barang elektronik itu rusak setelah terendam banjir.

Warga menyiapkan tempat di atas untuk menaruh barang agar tak terkena air banjir Warga menyiapkan tempat di atas untuk menaruh barang agar tak terkena air banjir (Foto: Enggran Eko Budianto)

"Kemarin malam saya tak siap karena biasanya banjir baru bulan Januari. Habis magrib air datang, saya tak sempat naikkan barang," katanya sembari sibuk mencuci kursi plastik yang terendam lumpur di depan rumahnya.

Rumah sederhana ini menjadi tempat berteduh Agus bersama istri, cucu dan adik iparnya. Dia mengaku sudah 45 tahun tinggal di Kebondalem. Tak terhitung lagi berapa kali dia dan keluarganya harus merasakan dinginnya banjir. Namun, perasaan was-was selalu menghantui dirinya setiap hujan deras tiba.

"Banjir semalam baru awal, parahnya nanti bulan Januari sampai Maret. Biasanya selama musim penghujan lebih dari 20 kali banjir," terangnya.

Berbeda dengan Sri, Agus kini memilih pasrah. Kakek 3 cucu ini sudah bosan dengan janji-janji pemerintah untuk mengatasi banjir. Nyatanya sampai saat ini banjir masih saja terjadi.

"Sudah kami usulkan berulangkali supaya banjir diatasi. Nyatanya masih saja terjadi, ya sudah terserah saja," tegasnya.

Sekretaris BPBD Jombang Ahmad Saikhul Jabara membenarkan penyebab banjir yang rutin di Desa Kademangan akibat pendangkalan Sungai Catakbanteng, Gambiran dan Sungai Gunting. Menurut dia, Pemkab Jombang sudah berupaya menuntaskan persoalan tahunan ini.

Salah satunya dengan membuat rekomendasi normalisasi dan peninggian tanggul ketiga sungai tersebut ke BBWS Brantas. "Tahun ini normalisasi dan peninggian tanggul sudah berjalan, hanya saja belum selesai. Semoga setelah selesai banjir bisa diatasi," tandasnya. (iwd/iwd)
Berita Terkait