Keempatnya dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana pembalakan liar, di area hutan Kecamatan Bungatan, pada bulan Oktober lalu.
"Sesuai fakta persidangan, tindakan para terdakwa telah memenuhi semua unsur pasal 12 huruf e UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Karena itu, kami menuntut agar para terdakwa dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Suryani, membacakan tuntutannya di persidangan, Senin (18/12/2017).
Mendengar tuntutan tersebut, keempat terdakwa langsung menunduk. Bahkan, mereka langsung meminta keringanan tuntutan dengan dasar menyesali perbuatannya dan memiliki anak. Permohonan itu disampaikan para terdakwa, saat Majelis Hakim yang diketuai Toetik Ernawati memberi kesempatan para terdakwa memberikan tanggapan.
Ada yang menggelitik saat Hakim Toetik memberi kesempatan terdakwa Daris. Apakah tanggapan akan disampaikan dengan tulisan atau lisan. Mendapat kesempatan itu, Daris hanya diam. Setelah ditanya lebih jauh, ternyata Daris tak bisa berbahasa Indonesia. Dia pun dipersilahkan menyampaikan tanggapannya dengan Bahasa Madura.
"Kaule minta keringanan, bu Hakim. Kaule andik anak, kaule jugen oreng sobhung (Saya minta keringanan, Bu Hakim. Saya punya anak dan saya orang tidak punya, Red)," tutur Daris.
Hakim Toetik baru mengerti yang disampaikan terdakwa Daris tersebut, setelah bertanya kepada Hakim Anggota, Novi Nuradhayanty.
"Alasan saudara meminta keringanan itu cukup klasik. Karena hukum tidak pandang bulu, baik yang miskin atau yang kaya, sama saja. Sekarang ini saudara menyesal apa tidak dengan perbuatan saudara," tanya Hakim Toetik, yang langsung dijawab menyesal oleh terdakwa Daris.
Mendengar permohonan para terdakwa meminta keringanan, JPU Suryani tetap bersikukuh dengan tuntutannya. Bahkan, menurut Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Situbondo, Bagus Nur Jakfar Adi Saputro, tuntutan keempat terdakwa tersebut adalah yang tertinggi untuk perkara pembalakan liar di Situbondo, dalam beberapa tahun terakhir. Pertimbangannya karena tiga terdakwa itu adalah aparat yang seharusnya memberi tauladan baik kepada masyarakat.
"Ini barang buktinya lebih 30 gelondong kayu jati. Pada tahun 2016 bahkan ada yang lebih 90 gelondong kayu jati, tuntutannya hanya 1,5 tahun. Jadi ini yang tertinggi, karena perkara melibatkan petugas ini bukan kasus main-main, maka kami juga tidak mau main-main," tegas Bagus Nur Jakfar Adi Saputro.
Meskipun, sambung Bagus, ada beberapa pertimbangan yang meringankan para terdakwa. Di antaranya, mereka mengakui dan menyesali perbuatannya. Selain itu, sesuai fakta-fakta dan pengakuan terdakwa dalam persidangan, mereka baru satu kali melakukan perbuatannya.
"Tapi bersama masyarakat, kami akan terus memantau perkembangan dari perkara ini," papar Bagus.
Usai JPU menyatakan penolakannya memberikan keringanan tuntutan, Majelis Hakim segera menutup persidangan. Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda putusan pada Kamis (21/12) mendatang.
Sebelumnya, aksi pembalakan liar diduga melibatkan oknum petugas perhutani berhasil dibongkar aparat kepolisian Situbondo. Polisi berhasil mengamankan satu unit truk bermuatan 32 gelondong kayu jati hasil curian di hutan Pasir Putih, Kecamatan Bungatan. Penggerebekan dilakukan saat truk bernopol N 8569 NV baru keluar hutan dan melintas di jalan raya setempat.
Selain truk dan kayu jati ilegal, dari penggerebekan ini polisi mengamankan 4 orang. Termasuk sopir truk berinisial DA, warga Desa Kecamatan Kendit, dan seorang pengawalnya yang oknum polisi. Dua lagi adalah oknum petugas perhutani yang diduga terlibat aksi pembalakan liar tersebut. (iwd/iwd)











































