"Sepanjang saya ada kesempatan, saya akan terus mengawal ini sampai nanti proses hukum kayak apa. Saya sebagai warga bangsa harus taat hukum karena negara ini negara hukum," kata Mas'ud usai melepas ribuan peserta jalan sehat HUT Korpri ke 46 di depan kantor Pemkot Mojokerto, Jalan Gajah Mada, Jumat (24/11/2017).
Mas'ud ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 17 November 2017. Dia diduga terlibat dalam kasus gratifikasi terhadap tiga pimpinan dewan yang dilakukan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto untuk memuluskan pembahasan P APBD TA 2017.
Nama Mas'ud tercatut berdasarkan bukti rekaman pembicaraan dirinya dengan Wiwiet serta keterangan saksi dalam persidangan dengan terdakwa Wiwiet di Pengadilan Tipikor Surabaya. Dia mengaku beberapa kali dimintai keterangan sebagai saksi dalam persidangan tersebut.
Namun, sampai saat ini Mas'ud mengaku belum sekalipun dipanggil KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka. Lembaga antirasuah itu baru memintai keterangan Umar Faruq, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng, Waru, Sidoarjo, Kamis (23/11/2017).
"Sejauh ini belum (panggilan pemeriksaan dari KPK), baru surat pemberitahuan tentang status saya sebagai tersangka," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Mas'ud kembali menegaskan akan kooperatif terhadap proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Pejabat yang akrab disapa Yai Ud ini tak akan meniru drama Setya Novanto yang sempat membuat heboh beberapa waktu yang lalu.
"Saya tidak akan melarikan diri dan tidak akan menabrak leneng (bahasa Jawa dari tiang)," tandasnya.
Kasus yang menjerat Mas'ud merupakan pengembangan dari OTT KPK pada Jumat (16/6/2017) malam di Kota Mojokerto. Selain menangkap Kadis PUPR Wiwiet Febryanto, petugas lembaga antirasuah ini juga meringkus tiga politisi yang saat itu menjabat pimpinan DPRD Kota Mojokerto. Mereka adalah mantan Ketua DPRD dari Fraksi PDIP Purnomo, mantan Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PAN Umar Faruq dan mantan Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Abdullah Fanani.
Dalam OTT itu, KPK juga menyita uang Rp 470 juta yang digunakan Wiwiet untuk menyuap ketiga pimpinan dewan. Kadis PUPR itu dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, Wiwiet mengajukan banding. (bdh/bdh)