Buka Pijat Alternatif, Pengungsi Rohingya Terancam Dideportasi

Buka Pijat Alternatif, Pengungsi Rohingya Terancam Dideportasi

Erliana Riady - detikNews
Rabu, 22 Nov 2017 13:41 WIB
WN Myanmar ini terancam dideportasi karena tak punya dokumen resmi (Foto: Erliana Riady)
Blitar - Seorang WN Myanmar terancam dideportasi. Dia tinggal di Indonesia tanpa dilengkapi dokumen resmi. Identitasnya diketahui setelah ia membuka praktik pijat.

WN Myanmar itu adalah MT. Pria 44 tahun itu menangis di depan wartawan, saat diminta keterangan terkait asal usulnya. Dia terlihat sedih karena terancam berpisah dengan istri dan empat anaknya di Desa Krajan, Ngadipuro Wonotirto Kabupaten Blitar.

Warga kelahiran Desa Thentung, Myanmar ini terancam dideportasi karena tinggal di Indonesia sejak 2006, tanpa dilengkapi dokumen resmi.

"Tolong saya jangan dideportasi, kasihan anak-anak saya kalau berpisah dengan saya," ucapnya memohon, saat siaran pers di Kantor Imigrasi Kls II Blitar, Rabu (22/11/2017).

Menurut penuturan MT, dia adalah pengungsi saat kerusuhan awal konflik antara junta militer dengan mahasiswa di Myanmar tahun 1988 silam.

"Saya mengungsi saat ada konflik di Rohingya tahun 1988. Saya mahasiswa baru yang sedang demo lalu ditembak junta militer. Desa saya dibakar, jadi saya bersama 18 pemuda desa mengungsi lewat jalur sungai. Kami sampai ke Thailand, dan tinggal di sana selama dua minggu," ucap pria yang lancar bahasa Indonesia ini.

Dari Thailand, tambahnya, mereka melanjutkan perjalanan menuju Malaysia melalui Sungai Gulok. Dan sejak itu, sampai tahun 2006, MT tinggal di Malaysia sebagai kuli bangunan.

"Tahun 2002 saya kenal wanita warga Blitar. Kami menikah sampai punya empat anak yang semua lahir di Blitar," ucapnya sambil meneteskan air mata.

MT masuk wilayah Indonesia pada 2006, menyusul istrinya yang lebih dulu kembali ke Indonesia. Dia melalui jalur tikus di wilayah Batam.

Identitas WN Myanmar ini diketahui setelah ia membuka praktik pijat alternatifIdentitas WN Myanmar ini diketahui setelah ia membuka praktik pijat alternatif (Foto: Erliana Riady)
Keberadaan MT terdeteksi Timpora Imigrasi Kelas II Blitar, saat dia membuka praktek pijat alternatif, di Jalan Palem no 45 Rembang Kecamatan Sananwetan Kota Blitar.

"Anggota kami menerima laporan, lalu menyamar sebagai pasien untuk pijat. Setelah kami ajak ngobrol, ternyata yang bersangkutan tidak punya dokumen resmi sama sekali. Lalu kami bawa ke Detensi di Kantor Imigrasi Kelas II Blitar," ungkap Kakanim Kelas II Blitar I Nyoman Gedhe Surya Mataram.

Terkait pengakuan MT sebagai pengungsi Rohingya, Surya menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak Internasional of Migrant (IOM) dan UNHCR.

"Kami punya waktu selama 30 hari. Kalau kedutaan Myanmar mengakui sebagai warga negaranya, berarti bisa dideportasi. Masalahnya Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara mereka. Kalau tidak ada respon, pihak Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Surabaya akan menginformasikannya ke Internasional of Migrant dan UNHCR," papar Surya.

UNHCR, lanjutnya, akan mengklarifikasi tempat asal usulnya dan yang akan menentukan statusnya. Apakah bisa dikategorikan pengungsi atau bukan.

Karena waktu tinggalnya di Indonesia sudah cukup lama dan punya keluarga, apakah MT bisa menjadi WNI ?

"Ada beberapa persyaratan dokumen administrasi yang harus dilengkapi. Tapi selama dia tidak punya dokumen resmi, ya tidak bisa," tegasnya. (iwd/iwd)
Berita Terkait