Juru Kunci Situs Sitinggil Abdul Ghofur mengatakan, sekitar pukul 12.30 Wib, angin kencang menerjang situs yang terletak di Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto tersebut. Tak lama kemudian, disusul hujan deras.
"Angin puting beliung dari arah barat ke timur, berlangsung sekitar 5 menit dengan suara gemuruh," kata Ghofur kepada detikcom di situs Sitinggil, Senin (13/11/2017).
Di tengah gemuruh angin dan hujan, lanjut Ghofur, dirinya dan para pengunjung berlarian untuk belindung di pendopo Sitinggil. Begitu pula petugas loket masuk dan penjaga warung yang berada di sisi kiri gapura pintu masuk situs Sitinggil.
"Karena angin kencang, sebagian orang di warung dan loket lari ke dalam pendopo Sitinggil, lainnya pulang membawa sepeda motor," ujarnya.
Tak lama kemudian, kata Ghofur, suara benturan keras memecah gemuruh angin. Menurut dia, sebuah pohon beringin berumur 43 tahun yang terletak di sisi kiri gapura masuk situs Sitinggil ambruk.
Pohon raksasa setinggi 15 meter ini tumbang menimpa bangunan di sisi timur situs, yakni loket dan dua warung. Bangunan permanen ini ambruk total. Canopy di depan bangunan ini juga porak poranda.
"Pagar situs sepanjang 5 meter juga ambruk tertimpa pohon yang tumbang," terangnya.
Ghofur memastikan tak ada korban jiwa dalam musibah ini. Pasalnya bangunan yang ambruk dalam kondisi kosong.
"Alhamdulillah saat tertimpa pohon tak ada orangnya," tegasnya.
Hingga pukul 15.40 Wib, pohon beringin yang tumbang belum dievakuasi. Bangunan yang ambruk juga namapak masih berserakan di lokasi.
Situs Sitinggil merupakan petilasan dari Raden Wijaya, Raja Majapahit yang pertama. "Di sini dulunya menjadi tempat bertapa Raden Wijaya," tandas Ghofur. (bdh/bdh)