Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Sidik Bintoro, salah satu jurnalis peliput demo 4 April 2017, sebagai saksi. Tak hanya itu, JPU juga memutarkan video aksi demo yang membawa baliho bergambar palu arit.
Dalam pemutaran video aksi demo yang diambil oleh saksi, jelas terpampang logo palu arit dalam dua buah baliho yang dibawa pe demo. Dari suara peserta aksi dalam video, terindikasi logo palu arit dibuat dengan sengaja. Ini membuat masyarakat yang hadir dalam sidang tersebut bersuara. "Ternyata memang ada logo palu aritnya," ujar salah satu pengunjung di sidang kesekian kalinya ini.
Sementara dalam sidang tersebut, Sidik Bintoro, warga Desa Pengatigan, Kecamatan Rogojampi, ini dengan tegas mengaku melihat gambar mirip lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam aksi tersebut. "Waktu liputan ada gambar palu arit yang saya lihat dibentangkan dari kecamatan kearah pertigaan," katanya.
Bahkan, ketika ditanya tim penasehat terdakwa, Bintoro menerangkan bahwa spanduk berlogo palu arit juga diketahui oleh banyak orang. Dan saat hendak wawancara, terdakwa Budi Pego lah, yang tampil sebagai koordinator demo. "Saat wawancara, dia (Budi Pego), sebagai koordinator aksi," ungkap Bintoro.
Usai mendengarkan keterangan saksi dan pemutaran rekaman video demo, Ketua Majelis Hakim, Putu Endru Sonata SH, menutup persidangan. Dan akan dilanjutkan kembali pada Selasa, 7 November 2017. Dengan agenda lanjutan mendengarkan keterangan saksi JPU.
Setelah melihat rekaman video, meski mengakui terdapat spanduk berlogo palu arit dalam demo, salah satu penasehat hukum terdakwa, Ahmad Rifai SH, tetap bersikukuh bahwa kliennya belum bisa disebut menyebarkan ajaran Komunisme, Marxisme atau Leninisme, seperti yang tertera dalam pasal 107 huruf a UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
"Apakah ada logo palu arit itu bisa disimpulkan sebagai menyebarkan paham komunisme? kita fokus disitu," katanya.
Pengacara dari Walhi Surabaya ini juga mengaku akan mengajukan 4 orang saksi. Yang terdiri dari 2 orang saksi meringankan dan 2 orang saksi ahli.
Seperti sebelumnya, massa penyelamat NKRI, terus mengawal jalannya persidangan ini. Massa yang terdiri dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Forum Peduli Umat Indonesia (FPUI), Pemuda Pancasila (PP) dan Forum Suara Blambangan (Forsuba), mengepung PN Banyuwangi. Mereka mendesak agar segala hal yang terindikasi berkaitan dengan PKI harus dihukum berat.
Ketua PP Banyuwangi, Eko Suryono, juga mengajak seluruh masyarakat Bumi Blambangan, termasuk jajaran Tim konsorsium advokat Walhi, LBH Surabaya, Kontras dan For Banyuwangi, untuk berpikir jernih. Serta tidak mudah terprovokasi isu pihak tak bertanggung jawab yang menyebut bahwa proses pengadilan terhadap terdakwa Budi Pego, adalah kriminalisasi.
"Ini tidak ada kaitannya dengan demo tolak tambang yang mereka lakukan, karena kita semua paham bahwa demo menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara. Namun sidang kali ini adalah murni tentang pengibaran logo palu arit yang itu mirip dengan lambang PKI, yakni organisasi terlarang musuh negara, musuh seluruh warga Indonesia. Dan sejarah mencatat, PKI pernah membantai dengan keji putra-putra Banyuwangi," ucap Eko.
Terkait sosok terdakwa Budi Pego, penelusuran PP Banyuwangi, juga mendapati informasi yang cukup mencengangkan. Yakni Budi Pego banyak disebut bukanlah seorang aktivis lingkungan. Bahkan, rekam jejak terdakwa justru menunjukkan bahwa dia dulu merupakan mitra dari PT Indo Multi Niaga (IMN), perusahaan tambang emas besar yang pernah beroperasi di Banyuwangi.
Untuk itu, dia berharap para aktivis, LSM dan pegiat lingkungan mau sedikit membuka mata serta mencoba mencari tahu fakta sebenarnya di Tumpang Pitu. Bukan justru membabi buta dalam melakukan pembelaan. Karena, jejak perjalanan hidup Budi Pego yang disinyalir merupakan mantan mitra perusahaan pertambangan, dinilai menyimpan rahasia tentang apa motif tujuan aksinya. (bdh/bdh)











































