PLN Blitar Dirugikan Layang-layang hingga Rp 500 Juta/bulan

PLN Blitar Dirugikan Layang-layang hingga Rp 500 Juta/bulan

Erliana Riady - detikNews
Sabtu, 21 Okt 2017 14:50 WIB
Foto: Dok. PT PLN
Blitar - PLN Rayon Blitar mengaku mengalami kerugian akibat permainan layang-layang yang putus. Sebab, layangan yang putus dan tersangkut jaringan tegangan menengah, otomatis listrik akan padam.

Manager PLN Rayon Blitar, Rifki Muslim menyatakan, jumlah pelanggan untuk Blitar mencapai 130 ribu orang. Setiap listrik padam akibat layangan, sekurangnya ada 25 ribu pelanggan yang tidak teraliri energi listrik paling tidak selama 1 jam.

"Kalau kami kalkulasi dari jumlah pemakaian sebanyak 19 juta KWH per bulan itu senilai sekitar Rp 20 miliar, maka kerugian tiap kali energi yang tak tersalurkan itu bisa mencapai hampir Rp 40 juta. Kalau dalam seminggu rata-rata bisa tiga kali padam, tinggal dikalikan saja. Ya hampir Rp 500 juta per bulannya. Itu belum kerusakan peralatan akibat TRIP ( istilah listrik padam mendadak akibat kerusakan jaringan)," paparnya ditemui di kantornya Jalan Panglima Sudirman Kota Blitar, Sabtu (21/10/2017).

PLN Rayon Blitar mencakup enam wilayah. Yakni Kota Blitar , Kecamatan Garum, Kanigoro, Sanankulon dan Nglegok serta satu desa di Kecamatan Gandusari, yang masuk wilayah administratif Kabupaten Blitar.

Kasus layangan putus, menurut Rifki, banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Blitar. Dimana yang terbanyak berada di Kecamatan Garum, disusul Kanigoro dan Nglegok.

"Karena layangan ini paling kecil lebarnya 2 meter dengan tinggi minimal 1 meter, mereka biasanya butuh tanah lapang untuk menerbangkan. Jadi kebanyakan memang di wilayahnya pinggiran kota yang masih banyak areal persawahannya," katanya.

Sayangnya, tidak satupun pemilik layangan itu bisa diketahui identitasnya. "Yang sering terjadi, layangan dipanjer (tali diikatkan pada tiang pancang) saat malam hari. Waktu tengah malam kan angin sering hilang, biasanya layangan akan jatuh tapi bukan di daerahnya asalnya, namun melesat jauh ke desa tetangga. Sehingga kami kesulitan untuk meminta pertanggung jawaban pemiliknya," aku Rifki.

Rifki mengaku, sudah banyak upaya sosialisasi yang dilakukannya terkait bahaya bermain layangan dan kerugian yang ditimbulkannya. Namun rupanya upaya ini belum ada hasilnya.

"Kami sudah pasang spanduk larangan bermain layangan di setiap lapangan dan persawahan. Juga mengirim surat secara formal ke tiap desa dan kecamatan. Tapi sampai sekarang belum ada hasil nyata," jelasnya.

Menurutnya, perlu adanya payung hukum dari Pemda setempat yang mengatur sanksi bagi pemilik layangan yang terbukti merusak jaringan listrik tersebut. "Selama ini belum ada Perda yang mengatur sanksinya juga. Jadi kami memang tidak bisa berbuat apa-apa kalaupun bisa menemukan pemiliknya," ucapnya.

Rifki berpendapat, untuk upaya penertiban ini perlu ada koordinasi Pemda setempat dan PLN. Karena selama ini kontribusi PLN dari pajak penerangan jalan (PPJ) cukup besar masuk ke kas Pemda.

"Aturan PPJ itu 3 sampai 10%. Sesuai perda disini kami masukkan ke kas daerah sebanyak 10% yang nominalnya mencapai Rp 1,8 miliar per bulan," pungkasnya. (bdh/bdh)
Berita Terkait