Di Bawah Jembatan, Tempat Pangkas Rambut Ini Dirintis 17 Tahun Lalu

Di Bawah Jembatan, Tempat Pangkas Rambut Ini Dirintis 17 Tahun Lalu

Michelle Alda - detikNews
Selasa, 10 Okt 2017 14:02 WIB
Tempat cukur H.Maksum di bawah jembatan/Foto: Michelle Alda
Surabaya - Jika ada barber shop tertua di Jalan Kembang Jepun, di bawah jembatan Gubeng ada tempat pangkas rambut kaki lima. Berbeda dengan Barber Shop Shin Hua yang dilengkapi peralatan bagus pada zamannya, tempat pangkas rambut tradisional milik H. Maksum, ini hanya ada kursi dan kaca tua.

Ditutup kain lusuh warna hijau yang dikaitkan pilar di pojok jembatan, tangan Maksum cekatan memotong rambut salah satu pelanggannya. Di usianya yang sudah menginjak 80 tahun, tangan Maksum masih cekatan memgang gunting dan sisir model lama. Satu per satu rambut Sugiantoro (57) sahabat Maksum, ditata dengan rapi.

Yah, usaha tempat tempat pangkas rambut tradisional bapak tiga anak ini sudah ada sejak tahun 1990. Usaha ini meneruskan usaha kakaknya yang dirintis sekitar tahun 1948-1949. Saat itu usaha tempat pangkas rambut tradisional almarhum kakaknya, Magan, dilakukan dengan cara berkeliling. Namun kakaknya meninggal tahun 1987. Usaha itu akhirnya diteruskan.

Tempat cukur H.Maksum di bawah jembatan Gubeng/Tempat cukur H.Maksum di bawah jembatan Gubeng/ Foto: Michelle Alda


"Waktu mulai cukur rambut, saya sudah tua, sudah kepala lima jadi saya nggak mau keliling seperti almarhum (kakak)," kata Maksum (80) pemilik tempat cukur kaki lima di bawah Jembatan Gubeng kepada detikcom, Rabu (11/10/2017).

Maksum memilih membuka usaha di bawah jembatan karena tidak ada ruang untuk tempat pangkas rambut di rumahnya. Dan dia ingin memanfaatkan keramaian jembatan itu.

"Saya ini orang tidak mampu, rumah saya kecil, nggak cukup kalau buat tempat cukur. Kalau bangun di rumah juga pasti sepi, di bawah jembatan yang ramai begini saja juga sepi," ujar warga Tambaksari itu.

Tempat cukur H.Maksum di bawah jembatan/Tempat cukur H.Maksum di bawah jembatan/ Foto: Michelle Alda


Sayangnya, tempat pangkas rambut tradisional ini sepi pengunjung, seringkali Maksum tidak mendapat pengunjung. "Ya, kadang satu atau dua orang datang, tapi lebih banyak nggak ada yang datang sama sekali. Lebih sering nggak ada pengunjung daripada ada pengunjung," ujarnya sedih.

Maksum tidak menetapkan tarif jasanya karena mayoritas pengunjungnya berasal dari kelas menengah ke bawah.

"Tergantung kemampuan orang ya kalau itu (tarifnya) kebanyakan yang datang kesini orang menengah bawah. Jadi kalau mau cukur paling bayar 10 ribu, bahkan di bawah itu juga pernah. Kadang kalau mereka dapat berkat lebih, mereka bayar lebih dari 10 ribu kok," ujar Maksum.

Tangan H.Maksum cekatan memotong rambut pelanggan/Tangan H.Maksum cekatan memotong rambut pelanggan/ Foto: Michelle Alda


Sementara itu tempat pangkas rambut tradisional ini dibuka mulai pagi hingga sore, sesuai kebutuhan. "Ya, tidak tentu, kadang saya buka jam 7, jam 8 lalu saya tutup jam 4 atau sekitar jam 5 sore. Ini kan saya usaha sendiri jadi suka suka saya mau buka atau tutup jam berapa saja," tandasnya.

Saat detikcom mendatangi tempat pangkas rambut tradisional Maksum, seorang sahabat yang berprofesi tukang becak datang dan akan memotong rambutnya.

"Ya, kalau rambut saya sudah mulai panjang saya potong di sini. Mas Maksum kalau potong rambut bagus kok, saya senang," ujar Sugiantoro (57), sahabat Maksum sekaligus pengunjung.

Tak hanya memangkas rambut, Maksum juga mencukur kumis pengunjung bila si pengunjung tersebut berkenan. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.