Hajar (20) awalnya mengetahui program pendampingan ini dari kakak tingkatnya di Universitas Narotama Surabaya. Saat Maret 2017, Hajar mulai mengikuti serangkaian tahap seleksi, hingga akhirnya terpilih menjadi pendamping.
"Seleksinya ada dua tahap, tes tulis dan wawancara. Dari 800 mahasiswa yang mendaftar dipilihlah 300 mahasiswa sebagai pendamping. Saya salah satunya," jelas Hajar bersemangat kepada detikcom saat di kampus Ubaya Jalan Raya Kalirungkut, Senin (11/9/2017).
Dan Hajar mulai aktif melakukan pendampingan pada April 2017. "Seminggu sekali mengunjungi anak damping saya dan keluarganya. Kalau anaknya ada PR ya dibantuin, kalau tidak ada ya sekadar ngobrol-ngobrol aja, sama ibunya juga. Saya menanyakan perkembangan anak tersebut. Di luar itu saya tetap jaga komunikasi lewat handphone," tambahnya.
Hajar menceritakan, menjadi pendamping sambil kuliah bukanlah hal yang mudah. Namun, ada kebahagiaan tersendiri yang tidak pernah bisa dilupaka. Apalagi, si anak yang didampingi dan keluarganya menyampaikan terima kasih dalam keikutsertaan dirinya dalam hal sekolah.
"Saya senang bisa membantu meringankan beban ibunya dan insya Allah saya akan tetap bertahan karena ini sudah panggilan hati.
Dirinya pun bahagia bisa membantu hingga tuntas. Sebab, beberapa temannya ada yang tidak tahan. Baru melangkah satu bulan, sudah berhenti menjadi pendamping.
"Saya senang karena ketika dipromosikan, kegiatannya jelas, langsung di bawah pemerintah kota dan saya bisa turun langsung ke masyarakat mendampingi anak-anak dan memang pihak kampus juga sangat mendukung program CSR seperti ini," tegas Hajar.
Dia mengaku anak-anak yang ditangani bukanlah anak biasa-biasa saja. Mereka mempunyai kebutuhan khusus. "Saya mendapat seorang anak damping yang tempat tinggalnya dekat dengan rumah saya. Dia berusia 16 tahun dan terancam putus sekolah karena ada masalah dalam keluarga," jelas Hajar usai mendampingi mendaftar sekolah di SMA 19 Jalan Kedung Cowek.
Karena terancam putus sekolah, hal ini juga berpengaruh pada pergaulan si anak. "Saya berusaha sebaik mungkin untuk mendampinginya, menjadi teman curhatnya, mendorongnya untuk bersekolah karena dia sempat malas sekolah. Bahkan hingga membantunya saat mendaftar ke sekolah," ujar mahasiswi yang hobi membaca ini.
Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah membantu saat akan mendaftar masuk ke sekolah si anak. "Waktu itu saya pernah bantuin dia untuk ngurusin segala macam, administrasi sebelum masuk sekolah ke kelurahan. Waktu itu udah kumus-kumus pulang kuliah, capek, tapi saya harus dampingi dia. Lelah, tapi ada kebahagiaan tersendiri ketika saya mengerjakan ini," jelas Hajar dengan wajah sumringah.
Kepuasan berhasil mencegah anak-anak putus sekolah juga dibarengi dengan mengenal lingkungan baru. "Saya makin kenal banyak orang. Dan saya ikut senang karena saya bisa berkontribusi untuk masa depannya," jelasnya.
Menurut Hajar, program sosial seperti ini bisa melatihnya untuk peduli pada lingkungan sekitar, khususnya anak-anak yang berkebutuhan khusus dan hampir putus sekolah. "Saya dan teman-teman tidak dibayar dalam program ini. Tapi memang benar-benar pengabdian. Hal ini menyadarkan saya bahwa bukan soal apa yang saya punya, tetapi apa yang dapat saya berikan, waktu, tenanga, pikiran," pungkasnya. (fat/fat)











































