Warga Desa Karangbendo RT 03 RW 06 Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar ini, tinggal di rumah berdinding bambu yang sudah ditambal sana sini. Rumah itupun juga tak lagi berdiri tegak.
Ayahnya, Narto, hanya sebagai buruh panjat lira. Penghasilannya tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama 5 anggota keluarganya. Apalagi lira yang diambil bukanlan dari pohon kelapa miliknya, namun milik kerabatnya.
Dalam satu hari biasanya, dia dapat mengumpulkan uang antara Rp 80 ribu-Rp 100 ribu. Ini pun masih dibagi dengan pemilik pohon kelapa yang mendapatkan setengahnya, sebagai upah memanjat pohon kelapa.
"Kalau dulu dalam sehari bisa naik sampai 60 pohon, kalau sekarang tinggal 15 pohon, selain sakit-sakitan juga karena punya anak kecil yang membutuhkan perawatan lebih," kata Narto kepada detikcom saat ditemui di rumahnya, Senin (11/9/2017).
Untuk menambah penghasilannya agar dapur tetap mengepul, Narto juga melayani jasa potong rambut di belakang rumahnya. Namun jasa potong rambut ini tidaklah bisa dikerjakan setiap hari, tergantung ada tidaknya orang yang meminta untuk dipotong rambutnya.
"Ya kalau potong rambut tidak setiap hari mas, kalau ada saja, tidak dapat diandalkan," ungkapnya.
Sementara ibunya Nisa, Suyanti, mengaku anaknya hingga kini belum bisa duduk sendiri. Sebab, berat badannya yang hanya 3,9 kg tidak mampu menopang kepalanya kian membesar. Besar keinginan Suyanti dan Narto agar buah hatinya bisa berobat hingga sembuh.
![]() |
"Saat ini baru bisa miring saja, namun belum bisa duduk seperti anak-anak yang lain," ungkap Suyanti ibunda Nisa.
Suyanti mengaku saat mengandung Nisa, panggilan anaknya, dia tidak menaruh curiga buah hatinya lahir dengan berat badan yang tidak normal. "Saat hamil saya juga periksa kesehatan seperti ibu-ibu hamil lainya ke puskemas. Bidan juga bilang kandungan saya sehat " ungkapnya.
Namun ternyata, putrinya harus dilahirkan secara caesar. Bayi yang lahir seberat 1,8 kg satu tahun silam harus dirawat di inkubator selama hampir satu bulan di rumah sakit. Seiring waktu pertumbuhannya, rupanya tubuh Nisa tidak mengalami kenaikan berat badan.
Setelah diperiksakan ke puskesmas,bocah malang itu terserang TBC. Hingga usia hampir satu tahun, Nisa sudah 5 kali masuk rumah sakit. Selama satu bulan penuh Nisa mendapat perawatan intensif di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.
"Rumah sakit sudah bagaikan rumah bagi Nisa, karena seringnya keluar masuk rumah sakit," ujarnya.
Hingga kini Nisa masih memakan bubur bayi untuk layaknya balita. Bubur inipun didapat dari bantuan pemerintah beberapa bulan terkahir. "Kalau pemeriksaan rutin sebulan sekali ke RS Ngudi Waloyo, Wlingi. Kalau dulu hanya diantar puskesmas sini sampai SPBU Gedok, sekarang sudah sampai rumah sakit," ungkapnya.
Sebagai seorang ibu, Suyanti ingin buah hatinya bisa tumbuh layaknya balita pada umumnya. Apalagi, Nisa merupakan putri satu-satunya, karena kedua kakaknya laki-laki semua.
Sementara itu selama proses pengobatan di RSUD Ngudi Waluyo, Nisa selalu mendapat pendampingan dari Puskesmas Ponggok. "Nisa ini pemegang KIS jadi pengobatannya gratis. Dan tiap kontrol atau menjalani rawat inap, ambulance puskesmas memang selalu mengantar sampai Wlingi. Selain itu petugas kami juga rutin mengontrol pemberian obatnya, karena untuk penderita TB obat khan harus disiplin pemberiannya," jelas Sekretaris Dinkes Kabupaten Blitar, Yuni Sri Wulandari saat dihubungi. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini