"PT Villiger Tobacco Indonesia (VTI) di Ngoro di Mojokerto; PT SK Food di Sidoarjo; dan PT New Era di Gresik," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Setiajit, Jumat (25/8/2017).
PT VTI merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang bergerak di bidang produksi cerutu. Perusahaan yang memiliki pekerja sekitar 500 orang ini pekan lalu memberitahukan akan menutup perusahannya.
"Alasannya, persaingan yang luar biasa. Bahan baku juga sulit didapat. Dia juga diganggu hubungan industrial, sehingga dia agak berat," ujarnya.
PT New Era di Gresik, perusahaan sandal dan sepatu yang memiliki sekitar 1.500 pekerja itu juga melaporkan ke Disnakertrans Provinsi Jawa Timur, bakal menutup perusahannya. Karena persoalannya sudah tidak efisien lagi dan kalah dengan sepatu atau sandal produk luar negeri yang harganya lebih murah dan berkualitas.
"Sudah nggak mampu membayar karyawannya. Karyawannya dibayar ala-kadarnya. Bahkan, katanya mau bayar listrik saja juga tidak mampu. Kasihan juga," ujarnya.
Setiajit mengatakan, memang sampai saat ini New Era masih berproduksi. Namun, kadang kala tak produksi.
"Masih ada order tapi tidak mencukupi untuk membiayai operasional perusahaan. Ordernya kadang ada kadang tidak ada. Kasihan juga," tuturnya.
Sedangkan PT SK Food di Sidoarjo, yang memiliki pekerja sekitar 300 orang, sejak akhir tahun lalu kondisinya sudah tak mampu lagi bertahan. Sehingga pada awal tahun lalu sudah tak beroperasi lagi.
"Kasihan juga, dan hak-hak pekerja juga terkatung-katung. Dampaknya bukan hanya 300 orang, tapi tiga kali lipatnya, dengan asumsi satu pekerja menghidupi tiga orang," terangnya.
Setiajit menerangkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan yang akan menutup usahanya harus izin ke disnaker.
Mendapatkan laporan tersebut, Disnakertrans Jatim menurunkan bagian pengawasan, untuk mengecek kondisi perusahaan tersebut.
"Kami akan mencoba, jangan ditutup dulu. Sepanjang ada kesulitan yang sekiranya bisa kita bantu mencarikan solusinya, akan akan carikan yang terbaik. Tapi bagaimanapun, dia pemilik perusahaan tahu persis kondisi internal perusahaannya,' tuturnya.
Ia menambahkan, jika persoalannya pada kondisi permodalan, maka disnakertrans tak mampu berbuat. Namun, persoalan itu karena hubungan industrial antara perusahaan dengan pekerja, kemungkinan masih bisa dicarikan solusinya.
"Kami berharap, ketika ada permasalahan hubungan industrial, dapat diselesaikan secara baik-baik. Disnakertrans akan berusaha memediasi mencarikan jalan keluarnya. Jika perusahaan terganggangu, maka yang rugi juga pekerja sendiri," jelasnya.
Jika perusahaan tak beroperasi, maka akan menambah jumlah pengangguran. Saat ini, pengangguran terbuka yakni 4,10 persen dari angkatan kerja, atau mencapai sekitar 855.750 orang.
"Kami sangat berhati-hati betul dan tak sekedar menerima izin penutupan usaha. Apalagi sekarang mendekati pembahasan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Jangan sampai memberatkan pengusaha, yang ujung-ujungnya perusahaan ditutup dan para pekerja tidak bisa bekerja lagi," tandasnya. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini