Hanya ada satu sumur yang bisa diambil airnya. Sumur milik desa itu terletak di tengah kampung di antara pekarangan milik warga. Sebenarnya ada sumur lain milik desa, tetapi air sumur tersebut tak bisa digunakan karena berbau.
Untuk mendapatkan air sumur, diperlukan kesabaran ekstra. Warga harus rela mengantre lama. "Antrenya panjang, pada keroyokan. Suwi suwi bacokan gara-gara air (lama-lama berantem gara-gara air)," ujar Nasrika, salah satu warga kepada detikcom, Rabu (23/8/2017).
Namun persediaan air sumur tersebut kini juga sudah mulai menipis. Karena selama tiga bulan, airnya terus diambil oleh banyak warga. Air sumur tersebut oleh warga kebanyakan digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian.
![]() |
Warga yang lain mengusahakan air dengan membeli air tangki. Satu tangki dibeli seharga Rp 130 ribu. Namun tak banyak yang membeli aor tangki karena tak semua warga mempunyai tandon.
"Saya beli air tangki karena ada tandon di rumah. Satu tangki untuk satu minggu," kata Jumayah.
Keluarnya uang dan tenaga untuk air sangat dikeluhkan warga. Tentu saja harus ada pengeluaran tambahan untuk kebutuhan air tersebut. "Iya, kami keluar uang banyak gara-gara air," keluh Nasrika.
Pantas saja Nasrika mengeluh. Karena selain untuk membeli air, dia dan warga lain juga tetap harus membayar biaya bulanan PDAM meski airnya sama sekali tak mengalir. Dan warga 'dipaksa' untuk membayar karena jika tidak, maka sambungan airnya akan diputus.
Bukannya tanpa usaha, warga sudah protes terhadap PDAM. Kemarin, warga melakukan demo di kantor PDAM Surya Sembada di Jalan Prof Moestopo. Dari demo itu, PDAM berjanji akan menyuplai air bersih dengan mobil tangki. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini