"BPOM dengan alat dan tehnik untuk menguji kelarutannya. Dengan dikocok atau diaduk sampai larut. Apalagi garam konsumsi butirannya lembut dan tidak sepeti garam grosok yang kadang-kadang agak besar-besar," kata Kepala Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BPOM) Kantor Surabaya Hardaningsih kepada wartawan usai menghadiri Forum Group Discussion tentang pangan di markas Polda Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Jumat (18/8/2017).
Ia mengatakan, pengujian oleh masyarakat cukup sederhana. Tapi tetap memperhitungkan takarannya.
"Kalau masyarakat cukup sederhana mengujinya. Kalau metode pengujian kan pasti ada takarannya, berapa gram garam dilarutkan dengan berapa air. Kalau masyarakat ya mungkin dilarutkan di dalam air terus diaduk. Tapi itu tadi, perbandingannya tidak boleh sembarangan," tuturnya sambil mencontohkan cara pengujian garam.
"Misalkan 1/4 garam dilarutkan dalam setengah gelas air, maka garam mengalami kejenuhan. Kalau sudah jenuh, maka tidak bisa larut lagi," jelasnya.
Ia menerangkan tentang pengujian yang dilakukan masyarakat. Padahal cara mengujinya tidak benar.
"Intinya begini. Garam itu larut dalam air. Kalau dibilang mengandung kaca mengandung tawas mengandung batu, itu pasti akan ada tersisa. Tapi yang di hoax itu, dia melarutkannya tidak sesuai atau hanya asal-asalan. Kan tidak tahu garam ada jenuhnya. Yang di-hoax itu, yang mengujinya tidak punya kompetensi. Dia tidak punya kewenangan untuk menyatakan hal seperti itu," tandasnya. (roi/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini