Diduga Ada Rekayasa di Balik Pembantaian 'Dukun Santet dan Ninja'

Diduga Ada Rekayasa di Balik Pembantaian 'Dukun Santet dan Ninja'

Rois Jajeli - detikNews
Kamis, 10 Agu 2017 20:10 WIB
Foto: Rois Jajeli
Surabaya - Hampir 20 tahun, kasus pembantaian 'dukun santet dan ninja' terjadi di beberapa daerah di Jawa Timur. Kasus ini akan 'dibuka kembali' oleh Komnas HAM. Apakah ada unsur politis atau unsur lainnya untuk membuka kembali kasus tersebut?

"Jelas bukan spontan. Kami sudah bilang bahwa kami melakukan penyelidikan pelanggaran HAM yang berat, karena kami menduga, ada desain politik, ada rekayasa, ada situsi yang sudah dipaksakan. Dan kami belum bisa menyebut (siapa otak dibalik pembantaian dukun santet dan ninja), karena kami masih melakukan penyelidikan," kata Wakil Ketua Komnas HAM M Nurkhoiron kepada wartawan usai berkunjung ke kantor Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Kamis (10/8/2017).

Banyak masyarakat yang tidak paham ketika Komnas HAM membuka penyelidikan, apalagi terhadap kasus-kasus yang dianggap masyarakat itu sudah sangat cukup lama, itu direspon dengan cara yang negatif.

"Kita bisa memahami itu, karena masyarakat nggak paham mandat Komnas HAM. Jadi kalau ada yang mengatakan, ini mengungkit-ungkit masa lalu. Bagi Komnas HAM tidak mengungkit-ungkit," jelasnua.

Justru dengan adanya mandat yang dijalankan Komnas HAM itu. Pihaknya menilai, untuk membantu negara ini untuk segera menjalnkan kewajibannya.

"Kewajiban negara didalam Hak Azasi Manusia itu kan melindungi, menghormati dan memenuhi, terutama memberikan perlindungan dan upaya pemulihan bagi para korban. Meskipun itu bukan satu-satunya," jelasnya.

Khoiron menerangkan, ada empat hal prinsip yang harus dipahami oleh aparat negara, ketika Komnas HAM menjalankan mandat UU no 26 Tahun 2000.

Pertama, harus memenuhi hak korban untuk mendapatkan kebenaran atas peristiwa yang lalu.

"Keluarga korban yang bapaknya dianggap dukun santet, kemudian dibantai didepan mereka, dia harus mendapatkan kebenaran. Sebenarnya apa yang terjadi. Karena mereka menganggap bapaknya bukan dukun santet. Kok tiba-tiba dibantai. Jadi kebenaran itu harus diungkap, dan mereka punya hak mengetahui peristiwanya," katanya.

Kedua, hak untuk mendapatkan keadilan. "Keadilan itu macam-macam. Bisa diteruskan ke pengadilan atau bisa lewat rekonsiliasi dan macam-macam. Tergantung negara mau ngapain. Yanh penting keadilan bagi korban," tuturnya.

Ketiga, hak untuk mendapatkan pemulihan. "Kalau Komnas HAM melakukan kegiatan seperti ini, jangan dianggap mengungkit-ungkit masa lalu. Justru membantu negara, agar segera melakukan pemulihan bagi korban yang trauma. Yang nggak bisa mendapatkan pekerjaan karena distigma oleh masyarakat, segera dipulihkan hak-haknya. Yang miskin itu diberi bantuan. Itu segera harus ditangani, karena hak mendapatkan pemulihan itu penting banget," terangnya.

Ia menambakan, Komnas HAM banyak menemui di lapangan, bahwa trauma keluarga korban sampai ada anaknya yang mengalami gangguan kejiwaan.

"Padahal itu belum tentu betul-betul mereka dukun santet. Kalau pun dia dukun santet, ya nggak bisa juga dikeroyok seperti itu dan dibasmi dengan cara-cara yang biadab," jelasnya.

Keempat, dengan adanya penyelidikan oleh Komnas HAM, maka negara bisa merefleksikan diri.

"Kalau sudah diselidiki, maka bisa menjadi pembelajaran kedepan agar tidak terjadi lagi kasus seperti ini. Reformasi politik, hukum dibenahi. Ini yang dilakukan Komnas HAM membantu negara agar segera menjalankan kewajibannya," ujarnya. (roi/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.