Kebijakan tersebut berlaku kepada pengunjung atau orang yang berkepentingan yang hendak masuk ke areal PN Surabaya. Namun hal itu tak berlaku untuk pegawai PN, jaksa, dan polisi. Padahal ada satu profesi lain yang setiap hari datang ke PN, namun tetap harus mengambil tanda pengenal.
Profesi itu adalah advokat atau pengacara. Dari situ, Federasi Advokat Indonesia (FAI) melakukan audiensi yang salah satunya terkait masalah tersebut dengan Ketua PN Surabaya, Sujatmiko.
Selain Sujatmiko, audiensi juga diikuti oleh ketua DPD KAI Jatim Rizal Haliman, ketua DPC Ikadin Surabaya Hariyanto, dan ketua DPC IPHI Irdian. Kepada Sujatmiko, FAI yang terdiri dari gabungan organisasi advokat itu menyampaikan unek-uneknya.
"Dalam audiensi itu, Ketua PN mengakomodir aspirasi kami. Terdapat beberapa kesepakatan yang telah kami buat," ujar koordinator audiensi, Anandyo Susetyo, kepada wartawan, Selasa (8/8/2017).
Pria yang akrab disapa Anton itu mengatakan. Setidaknya ada dua kesepakatan yang dibuat. Pertama adalah tentang tanda pengenal yang nantinya akan dibedakan antara tanda pengenal tamu dan advokat.
Dan kesepakatan kedua adalah nantinya akan disediakan ruang advokat sendiri di PN Surabaya. Ruang Posbakum yang ada saat ini hanya digunakan oleh kalangan LBH dan yang khusus telah dibuat jadwal piket.
"Kami merasa puas karena aspirasi telah direspon positif. Untuk pelaksanaan kesepakatan akan dilakukan secara bertahap," tandas Anton. (iwd/fat)











































