Selama 14 tahun, Sumarni, orangtua Dwi Josi merasakan prihatin dengan kondisi anak keduanya ini. Dwi Josi harus menjalani operasi beberapa kali untuk saluran kencing dan pembuangan air besar.
"Yang kami masih bingung, biaya operasi untuk alat kelamin. Dulu disarankan dokter memilih perempuan, katanya lebih mudah operasinya. Tapi, Josi ingin jadi laki-laki," kata Sumarni kepada sejumlah wartawan, Senin (1/8/2017).
Sumarni yang saat ini sendirian merawat buah hatinya ini, setiap hari harus memandikan Dwi Josi dengan air hangat. Ini dilakukan agar ususnya yang berada diluar perut terhindar dari inveksi. Setelah mandi, organ yang terburai harus diolesi salep dan cairan natrium klorida.
"Biaya yang mahal itu harus beli pampers. Sehari bisa tiga hingga empat kali ganti. Apalagi, kalau diare, bisa ganti-ganti terus," ujarnya.
Kondisi ekonomi membuat Sumarni tak bisa berbuat banyak dengan kondisi anaknya. Apalagi, untuk operasi biayanya tak sedikit.
Belum lagi, kondisi fisik Josi yang belum bisa operasi lantaran berat badannya di bawah rata-rata. Di usia menginjak remaja, berat badannya hanya 16 kilogram.
"Kalau mau operasi total, termasuk kelamin, berat badan minimal 20 kilogram. Josi juga tak bisa makan banyak. Sebab, selalu keluar lagi setelah makan berlebih. Ini yang sulit," tambahnya.
Sumarni hanya berharap operasi anaknya bisa dilakukan. Apalagi, anaknya sudah menginjak remaja. Status kelaminnya bisa segera ada kepastian. Selain kondisi fisiknya yang lemah, Josi juga rawan sakit. Jika terlalu capek, dia biasanya kerap diare. Karena keterbatasan biaya, Josi hanya dibawa ke puskesmas ketika sakit.
Akibat kondisi fisik anaknya, Sumarni juga berhenti berjualan di sekolah. Dia memilih membuka warung kopi di malam hari. Alasannya, saat siang bisa merawat anaknya, mulai mengantar sekolah hingga menyiapkan perlengkapan anaknya. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini