"Tidak ada membayar, kami langsung menempati saja. Tapi harus menjaga kebersihan yang sudah disepakati bersama," kata Sanari (50), pedagang buah sudah puluhan tahun berdagang di Pasar Oro-Oro Dowo.
Sanari hanya menempati kios di ujung barat-utara dari lokasi pasar. Darianto, pemilik kios khusus untuk pracangan juga mengatakan yang sama. Dulu dirinya berjualan dengan menempati kios di Pasar Oro-Oro Dowo lama. Kini setelah direvitalisasi, dirinya tetap mendapatkan kios untuk berjualan sembako.
![]() |
"Hanya bayar retribusi sampah dan keamanan saja. Masing-masing Rp 5 ribu per bulannya," kata Darianto terpisah.
Untuk di Pasar Oro-Oro Dowo, pengunjung akan mengetahui nama dari pemilik kios atau lapak pedagang. Nama mereka dipasang di atas stand berikut jenis dagangannya. Contoh, Darianto berjualan pracangan. Namanya terpasang di atas stand tempat dia berjualan, berikut juga jenis dagangan yang dijajakan.
Pengunjung pasar mengakui, ada perbedaan dratis di pasar dibangun masa kolonial ini. Dari sisi pengunjung, rata-rata mengakui lebih nyaman sekarang, dibanding sebelum revitalisasi. Bagi warga, kebersihan dan kenyamanan pasar dengan beragam fasilitasnya membuat betah untuk berbelanja.
![]() |
"Sudah lama saya belanja di sini, sekarang malah lebih dari dulu. Ada troli bersih juga," ujar Sujiyati telah berusia hampir 55 tahun ini.
Pasar Oro-Oro Dowo memang sudah direvitalisasi. Proses revitalisasi kelar setahun lalu dengan menelan dana Rp 7 miliar. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini