Seorang tokoh nelayan Kota Tegal, Tambari Gustam saat dikonfirmasi menegaskan, dirinya dan para nelayan lain siap untuk dilakukan pengukuran ulang kapal untuk mencegah terjadinya mark down.
"Di Tegal banyak juga mark down tapi itu bukan keinginan nelayan. Kami tidak punya kewenangan untuk memanipulasi dokumen dengan menurunkan ukuran kapal. Yang punya kewenangan membuat surat itu kan pemerintah," ujar Tambari usai melakukan pertemuan dengan Direktur Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubugan Antonius Tonny Budiono di kantor Syahbandar Kota Tegal, Sabtu (29/7/2017).
Pemalsuan data kapal dengan cara menurunkan ukuran (mark down) kapal pada dokumen dipicu polemik penggunaan cantrang bagi nelayan. Para nelayan ini dituding melakukan kecurangan, untuk bisa tetap menangkap ikan menggunakan cantrang. Sebagai contoh, kapal ukuran 60 GT, tapi dalam dokumen ditulis 29 GT, supaya mendapatkan izin daerah.
Menurutnya, selama ini nelayan dituding sebagai pihak yang melakukan mark down. Karena selama ini proses perijinan untuk kapal besar sudah tidak dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Sementara untuk kapal ukuran 30 GT dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi.
Mensiasati kondisi seperti ini, kata Tambari, akhirnya kapal di atas 30 GT di-mark down menjadi di bawah 30 GT agar bisa tetap melaut.
"Namun itu (mark down) bukan keinginan kami. Kenyataannya pemerintah belum melegalkan cantrang secara nasional, sehingga nelayan yang dituding. Padahal itu (mark down) tidak ada," tegas Tambari.
Direktur Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubugan Antonius Tonny Budiono menjelaskan, verifikasi atau pengukuran ulang kapal perikanan dilakukan bukan dalam rangka penegakan hukum saja. Melainkan juga sebagai upaya memberi kemudahan kepada pemilik kapal dalam pengurusan dokumen kapal dan dokumen perizinan kapal.
"Semuanya dapat diselesaikan di lokasi pengukuran kapal agar kapal tetap bisa beroperasi," terangnya. (sip/sip)