"Sebenarnya, bulan Juli kemarin kami sudah melakukan start ditambah pantauan BMKG yang mengatakan kondisi cuaca memasuki bulan kemarau, namun ternyata diluar dugaan, Surabaya diguyur hujan selama 2 hari, akibatnya petani garam gagal panen," kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Justamadji di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Jumat (28/7/2017).
Jus sapaan akrabnya mengungkapkan langkanya produksi garam di Surabaya dipengaruhi beberapa faktor seperti kualitas air laut, intensitas matahari dan musim hujan yang panjang. Akibatnya, harga garam di pasar ikut melambung tinggi.
"Harga garam yang biasanya Rp 300 kini menjadi Rp 3.500 per kg, lalu harga garam per sak yang dulunya Rp 50 ribu kini menjadi Rp 180 ribu," ungkap pejabat kelahiran Kebumen, Jawa Tengah ini.
Mengantisipasi kelangkaan garam, pihaknya mengajak koperasi di Surabaya untuk menjadikan gudang yang ada di daerah Pakal sebagai tempat penghasil garam yang dapat langsung dikemas oleh pelaku koperasi.
"Melalui hasil 70 ribu ton garam yang ada, kami ingin adanya peningkatan untuk tidak lagi memproduksi garam krosok melainkan menghasilkan garam konsumsi yang langsung dikemas oleh pelaku koperasi di sana," ujar dia.
Dirinya juga menuturkan dinasnya akan terus meningkatkan produksi dan mempercepat proses pembuatan garam dengan menggandeng kelompok Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Kota Surabaya.
Jumlah petani dan luas lahan petani di Surabaya selama tahun 2016 terbagi atas 3 kecamatan masing-masing di kecamatan Benowo dengan jumlah petani sebanyak 79 orang dan luas lahan 330.87 hektar, lalu kecamatan Pakal dengan 41 petani dan luas lahan 267.28 serta kecamatan Asemrowo dengan jumlah 4 petani dan luas lahan 25,5 hektar. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini