Warga Desa Mungli memanfaatkan sampah menjadi lebih bermanfaat dan berguna dari segi ekonomi. Bahkan, dari sampah mereka menjadikannya sebuah bank yang lebih dikenal dengan sebutan bank sampah.
Kepala Desa Mungli, Sutrisno mengatakan, ide awal pembentukan bank sampah ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan desa sehat yang bebas dari sampah. Bank sampah ini, menurut Sutrisno, dirintis mulai tahun 2013 dan berkembang hingga saat ini.
"Ide awalnya untuk membuat lingkungan desa bersih dari sampah dengan memilah sampah yang bisa didaur ulang dan dijual kembali," kata Sutrisno kepada wartawan di lokasi bank sampah desanya, Sabtu (22/7/2017).
Dari sekedar memilah sampah ini, lanjut Sutrisno, akhirnya berkembang menjadi sesuatu yang bisa untuk memberdayakan ekonomi warganya. Warga datang menyetorkan sampah yang sudah dipilah ke bank sampah untuk kemudian ditimbang dan ditukar dengan uang yang bisa dimanfaatkan untuk menambah pundi-pundi ekonomi warga.
"Pengelola bank sampah adalah warga sendiri yang dikelola secara mandiri," jelasnya.
Dari hasil menjual sampah di bank sampah desa, terang Sutrisno, warga memanfaatkan untuk membeli pulsa listrik atau kebutuhan lainnya. Bagi pengurus bank sampah, terang Sutrisno, uang laba dari sampah ini kemudian dimanfaatkan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dan juga untuk membantu kebutuhan sekolah siswa yang kurang beruntung.
Tak hanya warga, anak-anak juga memanfaatkan bank sampah ini untuk menambah uang jajan. Tri Luki Cahyanto misalnya. Pelajar kelas 5 SD ini mampu membiayai sekolahnya dengan mengumpulkan sampah dan menjualnya ke bank sampah di desanya. Luki memanfaatkan bank sampah ini sejak 2 tahun yang lalu hingga saat ini untuk membiayai sekolahnya.
"Dua tahun yang lalu ikut-ikutan orang tua mengumpulkan sampah untuk dijual kembali ke bank sampah, ternyata hasilnya lumayan," kata Luki.
Jika anak-anak seusianya bermain usai sekolah, Luki memanfaatkan waktu bermainnya dengan lebih bijak. Kemanapun perginya, Luki selalu membawa tas plastik dan memunguti sampah yang layak jual untuk disetorkan ke bank sampah. Dulu, aku Luki, dia selalu telat membayar SPP atau kebutuhan sekolahnya, tapi kini Luki tinggal mengambil uang hasil penjualan sampahnya di Bank Sampah untuk membayar kebutuhan sekolah.
"Hampir tiap hari dan setiap saat saya mencari sampah layak jual," terang Luki yang mengaku kalau sekali jual ia bisa mengantongi uang sebesar Rp. 10 ribu hingga Rp. 30 ribu.
Selaku kepala desa, Sutrisno mengaku bangga dengan perilaku hidup bersih dan upaya mencari sampah layak jual seperti dilakukan oleh Luki. Sutrisno mengaku akan berusaha lebih mengenalkan bank sampah ini ke warga desa sekitar. "Kami akan berusaha mengenalkan bank sampah kami ini ke desa-desa sekitar sambil memberi contoh upaya kami ini," terangnya. (fat/fat)