Rencana Relokasi Warga Trenggalek ke Rusunawa Diganjal Provokasi

Rencana Relokasi Warga Trenggalek ke Rusunawa Diganjal Provokasi

Adhar Muttaqin - detikNews
Sabtu, 15 Jul 2017 22:18 WIB
Rumah susun tempat relokasi warga (Foto: Adhar Muttaqin)
Trenggalek - Sejumlah oknum yang mengatasnamakan tim pencari fakta dan pewarta mencoba mempengaruhi warga yang menghuni tanah negara di kawasan Pantai Prigi, Trenggalek agar menolak direlokasi ke rumah susun.

Wakil Bupati Trenggalek, Mochammad Nur Arifin membenarkan kabar tersebut, bahkan warga beberapa kali dikumpulkan para oknum dan diiming-imingi jika tanah yang selama ini dihuni merupakan peninggalan Belanda dan bisa disertifikatkan. Akibat provokasi tersebut beberapa warga sempat terbujuk dan menyatakan menolak relokasi.

"Akhirnya kami datangi kembali warga untuk berdialog dan menjelaskan status tanah tersebut yang sebenarnya, akhirnya warga paham," katanya melalui pesan komunikasi WhatsApp, Sabtu (15/7/2017).

Dalam proses dialog tersebut wakil bupati mengajak tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta kepolisian untuk membantu menjelaskan kepada warga. Karena sebelumnya sejumlah oknum organisasi swasta tersebut sempat mengklaim telah bekerjasama dengan BPN, kepolisian daerah, hingga Mabes Polri.

"Karena belum ada pelapor sehingga mereka masih belum bisa ditindak, sementara hanya sebatas dalam pemantauan, sembari kami terus berdialog dengan warga," imbuhnya.

Arifin mengakui, saat ini warga sangat rentan terprovokasi, namun pihaknya mengaku tidak akan tinggal diam dan akan berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan proses relokasi ke rusunawa sesuai dengan rencana awal.

Menurutnya, rencana relokasi ke Rusunawa Prigi tersebut dilakukan untuk memberikan penghidupan yang lebih layak serta kepastian hukum atas status tempat tinggal.

"Kalau tanah yang ditempati warga selama ini adalah aset Pemkab Trenggalek hasil tukar menukar kawasan dengan lahan Perhutani yang prosesnya sejak tahun 1983," ujarnya.

Hal senada disampaikan perangkat Desa Tasikmadu, Anjar Priyadi. Menurutnya warga yang sebagian besar pendatang tersebut dijanjikan bisa mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah yang selama ini diduduki dengan membayar Rp 600 ribu.

"Yang menjanjikan ya orang-orang yang mengaku tim pencari fakta itu. Perangkat desa sendiri sempat mendapat tentangan dari warga, karena dinilai menghalang-halangi proses sertifikasi tanah, padahal itu kan jelas-jelas tanah aset pemkab," katanya.

Pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terbujuk rayu oknum tertentu, ia memastikan proses relokasi nanti akan dilakukan sesuai dengan prosedur. (iwd/iwd)
Berita Terkait