"Kami menyelenggarakan survei pelayanan JKN KIS Jawa Timur. Survei ini bermaksud untuk mengetahui perkembangan kondisi pelayanan kesehatan terhadap peserta JKN dan KIS di Jawa Timur dengan menggunakan indikator pemenuhan hak pasien dan tingkat kepuasan peserta," ujar Koordinator BPJS Watch Jawa Timur Jamaludin, Selasa (13/6/2017).
Ia menerangkan, survei digelar selama Mei 2017. Metode survei adalah observasi dan wawancara mendalam, dengan sampling jumlah responden sebanyak 125 orang berobat pada 16 rumah sakit, 5 puskesmas, 4 klinik di wilayah Surabaya, Sidoarjo dan Kabupaten Gresik.
Hasil survei menyimpulkan bahwa, pelaksanaan program JKN dan KIS memasuki tahun ketiga, telah berhasil meningkatkab akses masyarakat terutama memberikan manfaat semakin terjangkaunya biaya kesehatan.
"Namun dalam tataran pelaksanaan masih belum baik. Ada temuan-temuan permasalahan yang menyangkut rendahnya kualitas pelayanan dan masih buruknya sistem rujukan serta diskrimimiasi terhadap peserta," terangnya.
Dari hasil survei tersebut, BPJS Watch Jatim menemukan 7 Permasalahan, yakni : Pertama, lamban dan lamanya waktu tunggu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
"Rata-rata waktu di puskesmas atau klinik sekitar 2 jam. Kalau di rumah sakit membutuhkan waktu sekitar 4 jam," ujarnya sambil menerangkan, waktu tersebut meliputi pengambilab nomor antrean, mendaftar di loket, antre di ruang tunggu, penanganan dan pemeriksaan serta mendapatkan obat. Sedangkan antre untuk mendapatkan tindakan operasi hingga 3 bulan.
"Di sisi lain ada penanganan dsn pemeriksaan hanya dilakukan sebentar dan teburu-buru dalam tempo sekitar 5 menit," terangnya.
Temuan Kedua yakni, Sistem rujukan masih buruk dan belum terstruktur dengan baik. Tidak ada kerjasama yang baik antara fasilitas kesehatan, melempar pasien sehingga runukan pasien berlapis di puskesmas maupun di rumah sakit.
"Hingga fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak bersedia menerbitkan surat rujukan," tuturnya.
Ketiga, Tingkat pelayanan terhadap peserta JKN dan KIS dirasa kurang baik. Katanya, sebagian besar pasien melaporkan petugas fasilitas tidak ramah saat memberikan pelayanan.
Keempat, Pemeriksaan kesehatan bersifat parsial terhadap pasien penderita lebih dari 1 penyakit diminta memimilih salah satu penanganan.
"Sedangkan untuk penyakit lainnya diminta datang berobat kembali," katanya.
Kelima, Prosedur administrasi yang masih rumit dalam mendapatkan layanan seharusnya cujup menggunakan kartu JKN dan KIS, tetapi fasilitas kesehatabn mempersyaratkan kelengkapan tambahan pengurus SEP (surat eligibilitas peserta), surat rujukan, fotokopi KTP dan KK seperti saat pasien akan menjalani pemeriksaan laboratorium dan pengambilan obat ke apotek.
Keenam, masih terdapat pasien JKN KIS dipungut biaya tambahan seperti biaya obat, biaya kamar, dan pembelian alat.
Ketujuh, Pemberian obat masih dicicl terhadap pasien kronis, sehingga pasien harus bolak balik dan obat yang diberikan dirasakan kueang tepat, karena sudah dikonsumsi dalam jangka waktu lama tetapi pasien tidak kunjung sembuh.
"Dari temuan-temuan itu, kami mendesak kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota, BPJS Kesehatan untuk memperbaiki kinerjanya, fasilitas kesehatan di rumah sakit dan puskesmas, agar kualitas pelayanan kesehatan terhadap peserta JKN KIS meningkat," tandasnya. (roi/bdh)