"Kami sudah mendengar semua apa yang dilakukan Surabaya. Menurut kami (upaya yang dilakukan Surabaya) sudah jos (bagus)," kata Ernanti Wahyuni, Ketua Tim Juri Nasional KLA di Surabaya Ernanti Wahyuni di Balai Kota Surabaya, Sabtu (3/6/2017).
Ernanti yang juga pakar anak dan tim ahli dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A) menerangkan, parameter kota layak anak di tahun 2017 ini ada sedikit perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dari 31 indikator dikerucutkan menjadi 24 indikator.
"Ada beberapa hal yang berbeda dibandingkan dengan tahun lalu," tuturnya.
Tim Juri Nasional KLA yang beranggotakan enam orang ke Surabaya untuk menverifikasi kota layak anak. Kata Ernanti, Surabaya sudah mengirimkan laporan kepada tim juri melalui aplikasi. Dokumen-dokumen yang dilaporkan via aplikasi tersebut sudah diverifikasi.
"Selanjutnya, kami akan melakukan verifikasi lapangan selama 2-3 hari ke depan," jelasnya sambil menambahkan, pihaknya juga ingin melihat inovasi yang dilakukan Pemkot Surabaya dan sudah ditularkan ke kota-kota lain.
"Jadi, kami ingin mendapatkan dua sisi," tandasnya.
Dalam acara di balai kota itu, Wali Kota Risma memaparkan berbagai program yang dilakukan Pemkot Surabaya bersama elemen masyarakat lain, untuk mewujudkan Surabaya sebagai Kota Layak Anak.
"Ini bukan hanya kewenangan dari Dinas Pengendalian Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P5A) Surabaya. Tapi juga melibatkan semua organisasi perangkat daerah," kata Risma.
Pemkot Surabaya juga bersinergi dengan aparat kepolisian, Dewan Pendidikan, Badan Narkotika Nasional hingga LSM. "Untuk bagaimana menangani anak-anak," tuturnya.
Wali Kota perempuan pertama di Surabaya ini mencontohkan, Pemkot melalui Dinas P5A memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di Gedung Siola, Jalan Tunjungan. Katanya, di Puspaga, warga Surabaya dapat berkonsultasi seputar masalah keluarga hingga pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.
Dinas Sosial memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) yang bekerjasama dengan perguruan tinggi, untuk mengajak anak-anak putus sekolah agar kembali sekolah.
Dinas Kesehatan juga ikut melibatkan anak-anak (siswa) sebagai pengawas jentik, yang dinilai terbukti ikut menurunkan angka penyakit demam berdarah. Serta pemkot ikut mendorong anak-anak muda untuk aktif di kegiatan Karang Taruna, yang sekarang jumlah karang taruna 770 orang dan tersebar di 154 kelurahan.
"Di kampung-kampung, juga disediakan public area, yang dapat dimanfaatkan anak-anak untuk beraktivitas seperti menari, latihan musik, bela diri, karawitan," tuturnya.
Risma menambahkan, Pemkot Surabaya juga memiliki 1.400 taman bacaan masyarakat, yang dapat menaikkan indeks pembangunan manusia (IPM) di Surabaya hingga 80,38. Penyediaan rumah bahasa dan rumah matematika.
Hingga merubah wajah kawasan eks lokalisasi menjadi lingkungan nyaman bagi anak-anak dengan membangun taman serta fasilitas sarana olahraga seperti lapangan futsal.
Mendirikan sekolah inklusi, bus sekolah, pembangunan gedung sekolah yang dilengkapi fasilitas sarana olah raga. Serta, Command Center di Gedung Siola, yang merespons cepat pengaduan masyarakat seperti anak hilang maupun percobaan bunuh diri.
"Kami juga punya program Kampunge Arek Suroboyo," ujarnya sambil menerangkan, kampung arek Suroboyo itu diantanya Kampung Pendidikan, Kampung Aman, Kampung Asuh.
"Memang (waktu) anak-anak tidak hanya bisa sekolah. Anak-anak justru waktunya lebih banyak di rumah dan lingkungannya. Karena itu, lingkungannya harus sehat, nyaman dan aman," jelasnya.
Sementara Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol M Iqbal mengatakan, pihaknya sangat mensupport untuk mewujudkan kota layak anak. Upaya pemkot juga dapat meringankan tugas kepolisian. Pasalnya, penanganan penanggulangan gangguan keamanan sudah dilakukan dari embrionya.
"Polrestabes Surabaya sangat mensupport pemerintah kota. Kami menginstruksikan ke jajaran, agar menguatkan apa yang telah disampaikan ibu wali kota," jelas Iqbal.
Martadi, Ketua Dewan Pendidikan Surabaya mencatat ada tiga hal yang membuat Surabaya lebih unggul dalam penanganan masalah anak dibandingkand dengan kota-kota lain.
Pertama, karena penanganan masalah anak dilakukan secara komprehensif. Kedua, adanya sinergi yang bagus antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD). "Ketiga, partisipasi masyarakat sangat tinggi serta ada kesadaran kolektif. Ini kuncinya," jelasnya. (roi/fat)











































