Dari pengamatan detikcom, lokasi gudang itu berada di gang kecil yang penuh dengan permukiman semi permanen padat penduduk. Bangunan gudang itu sendiri terlihat kumuh. Gudang itu berdinding seng yang tampak seperti gudang barang bekas.
Dan memang di dalam gudang itu tercampur antara barang bekas (rosokan) dengan banyaknya roti kedaluwarsa yang sebagian sudah berjamur dan bahkan membusuk. Bau yang tercipta begitu menyengat dan sangat tidak sedap.
Di dalam gudang terdapat sebuah mesin. Mesin inilah yang berfungsi menggiling roti kedaluwarsa dan busuk itu menjadi tepung. Di dekat mesin itu terdapat sejumlah karung berisi tepung hasil penggilingan.
"Kasus ini berawal saat kami mendapat laporan dari masyarakat yang menginformasikan bahwa ada tepung yang seharusnya untuk pakan ternak, diolah kembali menjadi makanan ringan," ujar Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya Kompol Bayu Indra Wiguno kepada wartawan di lokasi, Kamis (18/5/2017).
Bayu mengatakan, tepung dari roti ini memang seharusnya digunakan sebagai campuran pakan ternak. Tetapi ada yang menggunakannya sebagai bahan pembuat makanan ringan.
![]() |
Bayu menerangkan, selain dipasok dari sebuah pabrik roti di Situbondo, Marwiyah juga membeli roti kedaluwarsa dari seorang agen di Pasuruan. Roti yang datang ke gudang biasanya masih dengan plastiknya, namun kondisi roti sudah tidak layak.
Said dan Marwiyah kemudian mengeluarkan roti dari plastiknya. Mereka memilah roti itu menjadi dua, yang berjamur dan tak berjamur. Mereka meletakkannya di wadah yang berbeda. Setelah disortir, kedua jenis roti itu dijemur. Setelah kering, barulah roti itu digiling, juga menjadi dua bagian.
"Hasil gilingan roti kering tadi menjadi tepung. Tepung ini kemudian dijual dengan harga Rp 2.500 per kilo nya," kata Bayu.
Tepung roti itu dibeli Maysaroh. Maysaroh kemudian menjual tepung itu seharga Rp 4.500 per kilo nya, yang berarti Maysaroh memperoleh keuntungan RP 2 ribu. Salah satu pembeli tepung adalah Budiono. Oleh Budiono, tepung itu digunakannya sebagai bahan untuk membuat makanan ringan atau camilan bernama sumpia. Sumpia adalah penganan seperti lumpia tetapi bentuknya mini atau kecil.
Dalam pengakuannya, Marwiyah mengaku sudah menjalankan bisnis ini selama setahun bersama suaminya. Marwiyah merasa dia tidak menyalahi aturan karena dia hanya membuat tepung yang peruntukannya memang untuk pakan ternak, bukan untuk bahan makanan.
"Saya sudah jelaskan kepada Saroh (Maysaroh) bahwa tepung ini untuk pakan ternak ayam dan bebek, bukan untuk makanan," kata Marwiyah.
Namun Maysaroh tidak berpikir demikian. Maysaroh berpikir tepung itu masih aman karena ia membeli tepung dari hasil roti yang belum berjamur, meski sudah kedaluwarsa.
"Saya sudah dijelaskan oleh Marwiyah, tapi saya pikir tepung itu aman dan tak bermasalah," kata Maysaroh.
![]() |
"Saya tak tahu kalau tepung itu dibuat dari roti kedaluwarsa. Saya tak kenal dengan pemilik gudang, saya membelinya dari Maysaroh," kata Budiono.
Budiono mengaku memang menggunakan tepung itu untuk membuat sumpia. Sumpia itu ia jual Rp 90 ribu per 5 kilogram. Sumpia buatannya ia pasarkan ke beberapa agen di Surabaya dan luar Surabaya.
"Agen ini biasanya yang datang ke rumah saya untuk mengambil sumpia," kata Budiono.
Polisi sendiri sudah menyegel gudang tersebut agar tak berproduksi kembali hingga kasusnya selesai. "Kami terus dalami kasus ini," tandas Bayu. (iwd/fat)