Selasa pagi (2/5/2017) bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Dio memulai aktivitasnya berangkat sekolah. Seluruh persiapan harus dibantu oleh sang ibu, Yuliati Asfianingsih, mulai dari mandi hingga berpakaian.
"Sekarang kondisinya seperti ini, untuk berdiri saja sudah tidak bisa. Kalau sebelum kelas enam itu masih bisa berjalan, meskipun harus merambat," katanya, sambil mendandani anaknya.
Setelah persiapan selesai, Dio pun berangkat sekolah. Dari atas ranjang kayu yang ada di teras rumah, Yuli menggendong anaknya untuk menuju ke sepeda motor yang telah disiapkan di depan rumah. Beberapa kali ia sempat gagal menggendong sang buah hati, karena kondisi badan Dio yang lunglai.
![]() |
Sesampai di sekolah yang berjarak 1 Km, Dio Eka kembali digendong dan dibawa masuk ke dalam kelas. Suasana ceria tampak terpancar dari raut muka Dio kala bertemu teman-temannya. Tegur sapa dan canda tawa seakan menghilangkan penyakit yang dideritanya.
Menjelang kelulusan untuk jenjang SD, anak pasangan Yuliati Asfianingsih dan Kastu tersebut, harus mengikuti rangkaian ujian. Termasuk ujian praktek ibadah salat yang harus dilakukan hari ini.
Berbeda dengan teman-temannya yang lain, ia cukup duduk di bangku dan mempraktikkan gerakan salat dengan dibimbing langsung oleh guru Agama Islam. Hal ini dilakukan, karena yang bersangkutan sama sekali tidak bisa berdiri layaknya anak normal.
Yuli berkisah, penyakit yang terus menggerogoti anaknya berlangsung sejak tujuh tahun lalu, saat yang bersangkutan masih duduk di bangku TK. Saat itu seorang guru hendak mengikutsertakan Dio dalam kejuaraan lomba lari, namun rencana itu gagal, karena kondisi kakinya terlihat ada keanehan.
"Waktu itu, saya juga mengamati dan ternyata benar, ada yang aneh dengan kaki anaknya saya. Tapi untuk jalan masih normal, bahkan masih bisa main sepak bola," terangnya.
![]() |
Selang beberapa hari, ia langsung membawa anknya ke salah seorang dokter, hingga akhirnya harus dirujuk ke RSUD Dr Soedomo untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Menurutnya, dari pemeriksaan awal pihak rumah sakit sempat memvonis Dio terkena tumor, namun untuk memastikannya, pelajar tersebut disarankan untuk diperiksakan lanjutan di Surabaya.
"Setelah saya bawa ke Surabaya, ternyata bukan tumor, tapi penyakit yang diakibatkan oleh kelainan genetik. Dulu itu pamannya ada yang kena penyakit seperti ini," ujarnya.
Pasca pengobatan di Surabaya itulah, Dio EKa Putra kembali bersekolah seperti biasa, hingga menginjak bangku kelas VI SD. Namun menurut Yuli, kondisi fisik anaknya terus mengalami penurunan, terlebih dalam kurun waktu setahun terakhir, karena tidak lagi mampu berdiri dan hanya bisa duruk serta tidur.
"Kalau semangatnya untuk sekolah tetap ada, setiap hari dia juga masuk seperti anak-anak yang lainnya," imbuh Yuli.
Hal senada juga disampaikan oleh wali kelas VI, Sunarsih. Menurutnya, selama mengikuti pendidikan di sekolah, Dio termasuk siswa yang rajin, bahkan selalu masuk dalam ranking 10 besar.
![]() |
"Setiap hari ya seperti ini, mulai datang hingga pulang sekolah tetap duduk dibangkunya. Kalau waktunya istirahat biasanya temannya yang bantu belikan jajan," ujarnya.
Menurutnya, selama menginjak kelas enam, nyaris tidak ada mobilitas yang bisa dilakukan Dio, meski hanya sekedar keluar kelas. Sejumlah teman-temanya juga tidak bisa berbuat banyak, karena tidak kuat menggendong. "Kalau untuk kursi roda memang belum ada, dari sekolah juga belum ada," katanya.
Sementara Dio Eka Putra setelah lulus SD nanti, tidak mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, karena minder dengan kondisi fisik yang dideritanya.
"Kalau inginnya sih melanjutkan, tapi malu. Sebetulnya saya ingin sekolah ke SMP Negeri I Kampak," ucapnya singat. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini