Siswa di Probolinggo ini Bertaruh Nyawa Menyeberang Sungai

Siswa di Probolinggo ini Bertaruh Nyawa Menyeberang Sungai

M Rofiq - detikNews
Selasa, 25 Apr 2017 11:28 WIB
Foto: M Rofiq
Probolinggo - Puluhan siswa-siswi di Probolinggo setiap hari terpaksa bertaruh nyawa menyeberangi sungai. Bagaimana tidak, sekolah di seberang sungai ini terpaksa membuat para siswa harus mencopot sepatu dan menggulung celananya agar tidak basah.

Bagi siswa-siswi yang masih di taman kanak-kanak (TK) harus digendong orang tuanya saat menyeberang sungai. Tak cukup hanya menyeberang sungai, mereka harus berjalan menuju sekolah yang jaraknya sekitar 2 Km. Itu sudah dilakukan anak-anak sekolah asal Padukuhan Kedung Miri, Desa Opo Opo, Kecamatan Krejengan.

Bukan perkara mudah untuk menyeberangi sungai. Selain kondisi bebatuan licin, arus sungai cukup deras bisa menyeret mereka sewaktu-waktu. Apalagi saat musim hujan yang tidak bisa diprediksi kapan terjadinya banjir bandang.

"Kondisi ini sudah terjadi sekitar 30 puluhan tahun yang lalu, sejak jembatan bambu terakhir yang kami bangun swadaya, hilang terbawa banjir bandang," ujar Kepala Dukuh Kedung Miri, Samsul kepada wartawan, Selasa (25/4/2017).
Foto: M Rofiq

Dia mengungkapkan, sudah menjadi hal biasa baginya setiap pagi membantu dan memastikan para siswa menyeberang sungai selamat ke sisi lain sungai selebar sekitar 35 meter.

"Setelah ada kejadian orang hanyut dan siswa yang sempat terseret arus, kami bersepakat dengan warga untuk memastikan anak-anak kami dengan membantu dan mengawasinya di jam-jam berangkat dan pulang sekolah," ungkapnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala MI Nurul Islam Saiful Anam (49), yang menjadi sekolah sebagian besar anak-anak Padukuhan tersebut. Dia menjelaskan sudah menjadi hal biasa melihat seragam anak didiknya itu basah kuyup saat memasuki gerbang sekolah.

"Ada orang tua mereka yang mengantarkan pakaian ganti yang dibungkus plastik dan diantarkan ke seberang dan ditaruh di pinggir sungai. Nanti ketika jam istirahat anak-anak yang mengambilnya," paparnya.

Mohammad Rendy (6), siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Islam dengan polos mengaku jika menyeberangi sungai sebenarnya membuatnya takut. Apalagi saat kondisi sungai yang airnya keruh ketinggiannya tak seperti biasa.

"Kalau dalamnya sudah di atas lutut, saya tidak berani nyeberang sungai. Paling saya nunggu orang tua untuk menyeberangkan, kalau tidak ada, ya tidak sekolah," kata Rendy usai ditemui saat menyeberang sungai.

Rendy berharap, sangat mendambakan pergi ke sekolah tanpa harus mencopot sepatu dan basah-basahan menyeberangi sungai.

Sementara Hanima (25) salah satu wali murid mengaku, pihaknya berharap pemerintah membangunkan jembatan di sungai. Karena jika terus seperti ini, maka nyawa menjadi taruhan untuk menyeberang sungai.

"Kami sangat berharap ada pembangunan jembatan dari pemerintah," harapnya. (fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.