"Acaranya sengaja kami kemas cukup unik. Peragaan kebaya hari pertama akan digelar di Bandara Hijau Blimbingsari, baru hari kedua di Lapangan Tenis Indoor Gelanggang Olahraga. Bandara sengaja dipilih sebagai venue, selain untuk mengenalkan Green Airport kami yang segera diresmikan dalam waktu dekat, juga karena lokasinya yang memang menarik sebagai catwalk peragaan busana," jelas Bupati Anas kepada detikcom, Rabu (18/4/2017).
Banyuwangi kini memiliki terminal bandara baru yang menonjolkan konsep green building. Salah satunya, bandara menonjolkan desain pasif untuk menghemat energi, desain interior dikonsep minim sekat untuk memperlancar sirkulasi udara dan sinar matahari untuk meminimalisir pemakaian pendingin ruangan.
"Di sekitarnya dikelilingi kolam air untuk mengoreksi tekanan udara, sehingga suhu ruang tetap sejuk. Atap terminal hijau ini makin ikonik karena mengadopsi bentuk penutup kepala Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) yag berlampiskan rerumputan hijau," jelas Anas.
Anas menambahkan selain menjadi salah satu atraksi wisata, festival kebaya pertama di Indonesia ini juga menjadi sarana peningkatan daya saing para desainer dan perajin lokal.
"Efek bisnis ke depan juga menjadi salah satu pertimbangan digelarnya event ini. Kebaya kan sesuatu yang tidak asing lagi di Indonesia. Tapi mengapa belum ada yang menjadikan salah satu kekayaan budaya kita itu sebagai event budaya? Kesempatan inilah yang akan kita tangkap. Kita sedang siapkan efek bisnisnya ke depan," ujar Anas.
Festival kebaya ini melibatkan ratusan desainer kebaya, baik perancang busana lokal juga dari Indonesia Fashion Chamber (IFC). Digelar selama dua hari, festival ini merangkai sejumlah acara seperti instalasi seni, art performing, kompetisi, dan ekshibisi.
"Festival ini bagi saya sangat komplit, karena desainer lokal yang terlibat even ini sebelumnya telah di up-grade kemampuannya lewat workshop yang instrukturnya langsung dari desainer kebaya nasional," ujar Anas. (fat/fat)