Memakai rompi oranye, sekitar pukul 11.00 Wib, Muchlis dan Machmud digiring ke dalam mobil yang mengantarkan keduanya ke Lapas Klas IIB Mojokerto. Sebelumnya, kedua pejabat Desa Balongwono itu menjalani pemeriksaan sekitar 2,5 jam di ruangan penyidik pidana khusus Kejari Mojokerto.
"Tahun 2014 mengenai lelang sewa TKD ke pihak ke tiga, hasilnya tak masuk APBDes. Hasil sewa digunakan untuk pribadi, seharusnya sesuai ketentuan perundangan masuk ke APBDes sebelum dimanfaatkan," kata Kasi Pidsus Kejari Mojokerto, Fathur Rahman kepada wartawan, Jumat (7/4/2017).
Fathur menjelaskan, TKD Balongwono seluas 12 hektar itu disewakan oleh tersangka selama tiga tahun, yakni 2014-2017. TKD tersebut dijadikan lahan galian C untuk dikeruk tanah uruknya oleh penyewa. Namun, uang hasil penyewaan tak disetorkan ke kas desa.
"Hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), kerugian negara Rp 363 juta," ujarnya.
Berdasarkan pengakuan tersangka, lanjut Fathur, uang hasil korupsi itu tak dinikmati sendiri. Dana ratusan juta itu diduga dibagikan-bagikan kepada 27 orang lainnya dari unsur perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Balongwono.
"Kami lihat saja nanti hasil persidangan karena itu pengakuan sepihak tersangka," terangnya.
Sementara penahanan Muchlis dan Machmud siang ini, kata Fathur, dilakukan agar kedua tersangka tak mengintervensi keterangan para saksi.
"Karena yang bersangkutan mempunyai kekuasaan di situ (Desa Balongwono), kami khawatir yang bersangkutan mempengaruhi saksi kasus ini," cetusnya.
Akibat perbuatannya, tambah Fathur, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara," tandasnya. (fat/fat)