Syaiful Ma'arif SH, CN, MH sebagai kakak, profesinya sebagai pengacara. Syaiful tercatat dalam gelar Doktor ke 316 Unair. Selang sehari, adiknya yakni Amirul Faqih Amza, SH, MH, profesinya sebagai hakim di Pengadilan Negeri Takalar, Sulawesi Selatan, tercatat nomer 317.
"Kita mengucapkan syukur alhamdulillah. Setelah melalui perjuangan yang berat, kita berdua mampu menyelesaikan studi doktor," ujarnya sambil meneteskan air mata haru di sela acara tasyakuran pengukuhan gelar doktor di Gedung Fakultas Hukum Unair, Surabaya, Selasa (21/2/2017).
"Meraih semua ini tidak mudah. Dengan ikhtiar, doa, dukungan seluruh keluarga dan kerabat, bisa menyelesaikan program doktoral ini," tuturnya.
Aktivis mahasiswa di era 90-an ini dikukuhkan sebagai doktor setelah mampu mempertahankan disertasinya 'Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Kewenangan Mahkamah Agung Dalam Upaya Hukum Kasasi Atas Putusan Bebas Perkara Pidana' di depan tim penguji tertutup yang diketuai Prof Dr Nur Basuki dan tim terbuka diketuai Prof Dr drs Abdul Shomad, SH, MH.
Kata Syaiful, tema disertasinya diangkatnya, karena pelaksanaan Pasal 244 KUHAP telah disimpangkan dalam penerapannya. Jaksa yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan kasasi atas putusan bebas.
"Dengan keluarnya putusan MK No 114/PUU-X82012 tanggal 26 Maret 2003, semakin membuat sistem peradilan menghancurkan perlindungan hukum bagi masyarakat," terangnya.
Sedangkan adiknya, Amirul Faqih mengangkat disertasi 'Kebebasan Hakim Dalam Menerapkan Sanksi Pidana Minimum Khusus'.
Keberhasilan kakak-adik ini membanggakan orang tuanya. Kata Syaiful, keberhasilannya juga tidak lepas dari pola didik yang diterapkan kedua orang tuanya sejak kecil.
Abah saya selalu berpesan, hidup di dunia ini jangan pernah berhenti belajar, baik ilmu agama maupun ilmu lainnya. Dengan itu (ilmu) kita bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain," jelasnya. (roi/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini