Di Surabaya, seni Wayang Potehi masih ditekuni oleh Group Lima Merpati Klenteng Hong Tiek Hian yang dipimpin Sukar Mudjiono.
"Mendekati Imlek, pesanan jelas semakin banyak. Tidak hanya luar kota, luar Jawa juga," ujar Sukar saat berbincang dengan detikcom, Jumat (27/1/2017).
Menurut Sukar, pesanan pertunjukan Wayang Potehi tidak hanya datang dari instansi seperti pusat perbelanjaan, namun juga datang secara individu.
"Karena pertunjukkan ini ditujukan kepada dewa, bukan hanya kepada manusia yang menonton saja," lanjutnya.
Pria yang telah mendalang lebih dari 35 tahun ini juga bercerita bahwa setiap pertunjukkan yang ditampilkan merupakan pesanan. Umumnya berupa nadzar pemesan yang telah berhasil meraih kebahagian atau hajat tertentu. Sukar mengumpamakannya dengan tanda terima kasih kepada dewa.
"Misal anaknya lulus kuliah, atau bisnisnya sukses, mereka akan datang memesan pertunjukkan potehi untuk dipersembahkan kepada dewa meskipun si pemesan belum tentu datang menyaksikan," beber Sukar.
Untuk tarif, menurut Sukar bisa lebih murah jika pertunjukannya digelar di Klenteng Hong Tiek Hian. Namun jika pemesan ingin dgelar di luar klenteng, makan tarif yang dikenakan sebesar Rp 5 juta untuk setiap babaknya dengan durasi 2 jam.
Cerita dan lakon yang dimainkan Wayang Potehi menjelang Imlek pun berbeda dari biasanya. Umumnya menceritakan seputar Kerajaan Tiongkok yang didominasi oleh kepahlawanan sang tokoh utama. Misalnya Sie Djien Kwi dari Dinasti Tong Tiaw, kisah dinasti Song Tiaw hingga cerita Sun Go Kong si Kera Sakti yang melegenda.
"Judul yang dimainkan sesuai dengan permintaan dewa, jadi ada semacam sembahyang dahulu sebelum sebuah cerita dimainkan dalam panggung peraga," pungkas Sukar.
Di Klenteng Hok Tien Hian, pertunjukkan wayang khas Tiongkok ini selalu dimainkan setiap hari. Dalam sehari, terdapat tiga kali pentas, yakni pukul 09.00 WIB, 13.00 WIB dan 19.00 WIB. Uniknya meski tidak ada yang menonton, pertunjukan ini tetap berjalan. (bdh/bdh)