Namun, tuntasnya mega proyek Rp 40,2 miliar itu masih menyisakan berbagai persoalan. Mulai dari dugaan penyerobatan tanah warga hingga waktu pekerjaan yang molor membuat kualitas bangunan cukup buruk.
Dugaan penyerobotan tanah oleh Pemkot Mojokerto dalam proyek jalan dan Jembatan Rejoto dialami Akhiyat, warga Lingkungan Balongkrai, Kelurahan Pulorejo. Dia mengaku kehilangan tanah seluas 2 x 130 meter persegi. Lahan miliknya semula sebagai akses ke pemakaman umum itu tiba-tiba dibanguni jalan selebar 6 meter menuju ke Jembatan Rejoto tanpa pemberitahuan maupun ganti rugi.
"Saya kehilangan tanah seluas 260 meter persegi. Jumat (20/1) saya sudah mengadu ke dewan supaya mendapatkan ganti rugi," kata Akhiyat kepada wartawan.
Tak hanya itu, kualitas konstruksi jembatan yang membentang sepanjang 130 meter di atas Sungai Ngotok itu terlihat cukup buruk. Terdapat keretakan pada pondasi jalan menuju jembatan yang terlihat sudah ditambal sulam. Bagian bentang jembatan yang dikerjakan PT Brahmakerta Adiwira itu juga terlihat melenceng.
Kualitas konstruksi yang terlihat cukup buruk itu tak lepas dari molornya proses lelang. Proyek multi years yang dijadwalkan dimulai pertengahan 2015, justru baru selesai lelang akhir 2015. Sehingga pekerjaan konstruksi senilai Rp 40,2 miliar itu baru bisa dimulai awal 2016.
Kondisi itu diperparah dengan ambruknya 6 girder (balok) bentang tengah sepanjang 50 meter, Jumat (11/11). Akibatnya, proyek yang seharusnya rampung 31 Desember 2016 itu molor sampai pertengahan Januari 2017.
Menanggapi persoalan itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, Wiwiet Febriyanto menjelaskan, pemeriksaan kualitas konstruksi jembatan Rejoto saat ini dalam pemeriksaan Inspektorat. Begitu juga nilai denda yang harus dibayar PT Brahmakerta Adiwira atas molornya pekerjaan.
"Soal denda kami serahkan kepada pemeriksaan Inspektorat. Terkait lahan warga, kondisi lahan yang bersangkutan sudah menjadi jalan. Ini yang perlu ada penyamaan visi dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk membuktikan kepemilikan lahan tersebut," terang Wiwiet usai peresmian Jembatan Rejoto.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Aris Satriyo Budi akan meminta penjelasan Dinas PUPR terkait amburadulnya pembangunan Jembatan Rejoto dan sejumlah mega proyek lainnya.
"Kami akan evaluasi proyek 2016, khususnya empat mega proyek dalam waktu dekat. Kami akan panggil PU sampai di mana," tandasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini