Sekretaris Paguyuban Pedagang Mastrip, Yauma menyatakan penolakan terjadi karena ada beberapa hal yang intinya terjadi tindak kesewenangan Pemkot Blitar.
"Kami di sini juga disuruh pemkot, tiap tahun juga bayar retribusi, kami ini manut asal ada relokasi. Paling tidak kami tetap bisa mendapat penghasilan untuk hidup," kata Yauma saat ditemui detikcom di lokasi, Senin (16/1/2017).
Lokasi tempat berjualan para pedagang di Jalan Mastrip ini memang disediakan Pemkot Blitar sejak tahun 1992. Terdata, ada 78 lapak yang berdiri di atas bangunan semi permanen seluas 2x3 meter tiap lapaknya.
Dari informasi yang dihimpun, Pemkot Blitar menggusur pedagang untuk pelebaran jalan dan pembangunan drainase. Pemkot Blitar juga telah menyediakan uang kerohiman sebesar Rp 1,5 juta, namun ditolak pedagang.
![]() |
"Uang sebesar itu apa bisa menjadi modal untuk menghidupi keluarga kami selanjutnya," jelas Yauma penuh emosi.
Pedagang menilai, rencana ini terkesan tergesa-gesa dan tidak memberikan solusi bagi mereka.
"Sosialisasi hanya satu bulan, kami yang sudah manut dan tertib membayar kewajiban tidak diberi waktu dan ruang untuk berpikir mau kemana hidup setelah ini," tambah Yauma.
Sementara sempat terjadi perdebatan antara pedagang yang akan menggelar doa bersama dengan puluhan petugas yang ingin bergegas melakukan pembongkaran.
Akhirnya disepakati doa tetap dilaksanakan, sementara petugas gabungan mulai membongkar lapak pedagang agar tidak massa yang melakukan doa bersama. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini