Di pinggir sungai Padukuhan Bangeran, Dusun Curahdami, Desa/Kecamatan Sukorambi itu, Fadli mendirikan sebuah sekolah dengan beralaskan tanah dan berdinding anyaman bambu. Sekolah itu ia beri nama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Terpadu Ar Rohman.
"Tahun pertama, saya hanya mendapatkan delapan siswa. Pada tahun kedua, saya mulai merektrut dua tenaga pendidik lainnya. Waktu itu saya memberi upah Rp 13.000 setiap kali tatap muka. Biaya itu dari uang pribadi saya, dari hasil berjualan sayur di Pasar Tanjung Jember dan menjual kambing ternak saya," kenang Fadli, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (22/11/2016).
![]() |
"Pada tahun kedua, saya mendirikan sekolah lagi yaitu Raudlatul Athfal (RA) Ar Roja'ul Hayat. Untuk tenaga pendidik, saya merektrut tiga lulusan SMA dan saya kuliahkan di UIJ dan Unmuh Jember. Syaratnya, mereka harus mau mengajar di sekolah saya," terang Fadli.
Kini di mata masyarakat, Fadli juga dikenal sebagai sosok yang turut membantu pendirian belasan sekolah swasta di daerah Kecamatan Sukorambi. Namun, sekolah yang ia kelola sendiri hingga kini sebanyak lima sekolah yakni PAUD Miftahul Ulum, RA Ar- Roja'ul Hayat, MI Terpadu Ar - Rohman di desa/Kecamatan Sukorambi; SMP Kalijaga di Desa Karangpring dan MA Miftahul Ulum di Desa Kemiri.
"Sekarang sudah ada sekitar 36 guru di lima sekolah itu. Saya menggratiskan seluruh biaya pendidikan bagi seluruh siswa, sementara gurunya saya beri uang pengganti transport Rp 15.000 per tatap muka," sebutnya.
Setiap bulannya, Fadli merogoh kocek pribadi hingga Rp 6 juta. Dia bisa bernapas lega setelah pada tahun 2014 lalu sekolahnya sudah terdaftar dan berhak mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
![]() |
Tercatat sudah ribuan siswa yang masuk di beberapa sekolahnya itu. Sebagian besar yang lulusan MA melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kendati demikian, ia enggan disebut sebagai seorang guru yang profesional.
"Saya hanya orang konyol yang peduli. Ini bukan soal profesi dan materi, tetapi soal hati. Jika ada orang bertanya, kenapa saya melakukan semua ini? Saya akan menjawab, minimal ini untuk kepuasan hati saya sendiri," tegasnya.
Dia mengaku tidak menyesal jika bekerja tidak linier dengan gelar Sarjana Hukum yang telah ia sandang. Menurutnya, gelar hanya sebagai predikat pendidikan formal, namun bukan menjadi jaminan bisa memberikan manfaat untuk masyarakat luas.
"Saya tidak akan berhenti sampai disini. Cita cita saya selanjutnya yaitu mendirikan Perguruan Tinggi gratis untuk warga miskin di Jember. Entah kapan bisa terealisasi, karena itu kehendak Allah SWT. Tugas saya hanya dengan terus berikhtiar setiap harinya," tandasnya. (bdh/bdh)