Akibat bentrokan di beberapa lokasi, seorang warga mengalami luka bacok. Selain itu, tiga anggota PSHT terluka dan seorang lainnya tewas kecelakaan.
Menanggapi persoalan itu, Wakil Ketua PSHT Cabang Mojokerto, Agus Siswahyudi mengaku sudah melarang anggotanya menggelar konvoi menuju lokasi wisuda warga baru di Desa Wiyu, Kecamatan Pacet, Sabtu (15/10) malam. Namun belajar dari pengalaman tahun sebelumnya, acara serupa selalu dihadiri ribuan simpatisan dan anggota dari daerah lain.
Oleh sebab itu sebelum acara digelar, Agus mengaku sudah melayangkan surat izin dan permintaan pengawalan dari polisi di sepanjang perjalanan dan lokasi wisuda. Benar saja, acara pengukuhan anggota baru itu dihadiri sekitar 2.000 simpatisan dan anggota PSHT dari Mojokerto, Lamongan, Gresik, Jombang dan Bojonegoro. Sementara warga baru yang diwisuda hanya 337 orang.
"Kesimpulan kami, walaupun ada konvoi, kalau polisi sesuai SOP yang ada, semestinya tak terjadi bentrokan dengan warga. Karena acara itu sudah berizin ke Polres Kota dan Kabupaten, maka kami mohon pengamanan untuk mulai berangkat sampai lokasi. Kami menyesalkan terjadi seperti itu," kata Agus kepada detikcom, Senin (17/10/2016).
Pria yang juga menjadi Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Mojokerto dari Fraksi Hanura ini menyadari, konvoi yang digelar anggota PSHT membuat masyarakat resah dan memicu bentrokan. Untuk itu, dia berjanji akan melarang tegas konvoi untuk kegiatan selanjutnya.
"Kegiatan suro ini rutin, kami ingin tak mengganggu kenyamanan warga. Kami akui internal kami banyak kelemahan. Untuk ke depan, kami akan memberi sanksi tegas bagi para pelanggar aturan organisasi. Tahun depan kami minta tetap diizinkan, tapi harus berubah. Konvoi sudah tidak ada toleransi," ujarnya.
Namun, lanjut Agus, pihaknya berharap polisi bisa menuntaskan kasus pengeroyokan ini secara adil. Baik yang dialami warga maupun anggota PSHT. Termasuk provokator di balik bentrokan tersebut harus diungkap. Seperti yang terjadi di Desa Tambakagung dan Tangunan, Kecamatan Puri, Sabtu (15/10) jelang tengah malam.
"Konvoi ke Wiyu ada tiga gelombang melintas di Tangunan. Gelombang pertama aman sampai Wiyu. Gelombang ke dua, menurut hasil pengumpulan data kami, ada sekelompok pemuda naik motor di depan konvoi bleyer-bleyer. Itu bukan anggota PSHT, tapi provokator yang kami belum tahu siapa. Sehingga ada penghadangan dari warga," terangnya.
Sementara insiden berdarah di kawasan simpang empat Kupang, Kecamatan Jetis, Minggu (16/10) dini hari, menurut Agus murni aksi penghadangan oleh warga. Anggota PSHT atas nama Subandi (25), warga Desa Gunungan, Kecamatan Dawarblandong dan Akson Salahudin (25), warga Samben, Lamongan dikeroyok oleh warga hingga mengalami sejumlah luka memar.
Selang beberapa menit kemudian, kata Agus, anggota PSHT atas nama Dwi Cahyo (19), asal Dusun Magersari, desa Temuireng, Kecamatan Dawarblandong yang dibonceng Andika Dwi Pratama (17), pelajar asal Dusun Talunsudo, Desa Gunungan, Kecamatan Dawarblandong dengan motor Yamaha Vixion bernopol W 6206 MP juga menjadi sasaran amuk warga.
"Dwi Cahyo dan temannya melintas di lokasi dengan kecepatan cukup tinggi dihadang dengan papan pemberitahuan proyek. Dilempari dengan kayu, dipukul kena tangan Andika hingga oleng ke kiri menabrak tiang telepon. Korban jatuh tidak ditolong malah kembali dihajar, ini menurut saksi Andika," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polres Kota Mojokerto, AKP Andria Diana Putra menegaskan, korban Dwi Cahyono dan Andika mengalami kecelakaan tunggal. Menurut dia, hanya Subandi dan Akson yang dianiaya warga di kawasan simpang empat Kupang.
"Untuk sementara pemicunya akibat konvoi yang mengganggu warga. Kedua korban sudah dimintai keterangan oleh Polsek Jetis. Kami sudah mengetahui identitas para pelaku," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini