Kapolres Jombang, AKBP Agung Marlianto mengatakan, pengungkapan kedua sindikat ini berawal dari maraknya kasus curanmor selama Agustus-September 2016. Mereka setidaknya beraksi di 8 TKP di wilayah Kota Santri yang mayoritas rumah kos dan teras rumah warga.
Antara lain di Desa Bawangan, Kecamatan Ploso; Desa Balongbesok, Kecamatan Diwek; Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang; Desa Sidokaton, Kecamatan Kudu; tempat parkir sisi barat Stadion Jombang; Desa Tambakberas, Kecamatan Jombang Kota; Desa Bongkot, Kecamatan Peterongan; dan Desa Plandi, Kecamatan Jombang Kota.
"Dua sindikat curanmor ini terdiri dari 9 orang tersangka, 6 orang sebagai pemetik (eksekutor) langsung di TKP dan 3 penadah. Dari dua sindikat ini kami dapatkan barang bukti 55 unit kendaraan roda dua berbagai jenis dan merk," kata Agung, Rabu (12/10/2016).
Agung menyebutkan, enam tersangka yang berperan sebagai eksekutor adalah BS (39) dan SS (24), warga Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan; ASP (25), warga Desa/Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro; serta AW (26), AZ (29), dan HS (24), asal Desa Kedungotok, Kecamatan Tembelang. Sementara ketiga penadah adalah HSN (48) dan WJT (37), asal Desa/Kecamatan Plandaan serta ZA (46), asal Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan.
Berdasarkan jumlah motor curian yang disita petugas, lanjut Agung, dua sindikat ini tak hanya beraksi di Kabupaten Jombang. Mereka juga menyasar daerah sekitar, seperti Nganjuk, Kediri, Bojonegoro, Mojokerto, dan Blitar. Selain menyita 55 sepeda motor, polisi juga mengamankan barang bukti berupa 2 buah kunci T, satu unit sepeda motor Yamaha Vixion bernopol S 4696 ZL milik pelaku.
"Modus operandinya cukup istimewa, sindikat pertama spesialis di tempat keramaian memanfaatkan kelengahan korban. Sindikat ke dua di tempat sepi, seperti minimarket dan kos-kosan. Mereka memakai kunci T dan senjata tajam untuk mengancam korban jika ketahuan," terangnya.
Dari pengakuan para tersangka, tambah Agung, puluhan sepeda motor hasil curian itu akan dipasarkan ke beberapa daerah di Jawa Timur. Sindikat ini tergolong sadis lantaran tak segan menyakiti korban dengan senjata tajam saat aksi mereka ketahuan. Bahkan, salah seorang pelaku terpaksa dilumpuhkan kedua kakinya dengan timah panas lantaran melawan petugas saat akan ditangkap.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan. "Ancaman pidananya maksimal 7 tahun penjara," pungkas Agung. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini