Para petani ini menuntut reformasi agraria yang tersebar di 8 titik di Jember. Sebab hingga kini masih menjadi sengketa dengan instansi perkebunan, baik PT Perkebunan Nusantara maupun Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember.
Korlap Aksi Muhammad Jumain mengatakan, tanah yang masih bersengketa yakni di Desa Curahnongko (Curahnongko-Andongrejo), Curahtakir (Curahtakir- Sanenrejo), Mandigu (Sidodadi-Pondokrejo) di Kecamatan Tempurejo.
"Titik yang lain yaitu Ketajek yang meliputi Desa Pakis, Suci dan Badean, Desa Nogosari di Kecamatan Rambipuji, Desa Mangaran Kecamatan Ajung, Desa Muyorejo Kecamatan Silo dan Desa Sabrang Kecamatan Ambulu," terang Jumain.
Ia menuturkan, UU No 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria (UUPA) tidak dijalankan dengan baik, bahkan banyak terjadi penyimpangan.
"Salah satunya yaitu perampasan tanah petani dengan stigmasi PKI yang terjadi tahun 1965. Hingga terjadinya perubahan politik yang melegalisasi perampasan tanah petani oleh instansi kehutanan, perkebunan, bahkan instansi perkebunan daerah," paparnya, Selasa (27/9/2016).
Petani juga mengharapkan pembentukan Tim Independen untuk merealisasi redistribusi tanah petani oleh Pemkab Jember. Pasalnya, SEKTI Jember mengaku memiliki kontrak politik dengan Bupati Jember terpilih dr Faida.
"Dulu saat Pilkada, beliau menjanjikan penyelesaian kasus ini. Sekarang kami menagih janji kampanye itu. Laksanakan UUPA nomor 5 tahun 1960 secara murni. Kembalikan tanah milik petani," tegasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini