Mengintip Orientasi Siswa Inklusi di SMPN 29

Mengintip Orientasi Siswa Inklusi di SMPN 29

Imam Wahyudiyanta - detikNews
Senin, 18 Jul 2016 13:18 WIB
Siswa SMPN 29 Surabaya sedang beraktivitas/Foto: Imam Wahyudiyanta
Surabaya - Dari balik kaca matanya, pandangan Catur tampak berbinar melihat anaknya, Olan, mengikuti Pelayanan Lingkungan Sekolah (PLS) di SMPN 29 Surabaya di Jalan Prof Dr Moestopo. Ya, hari ini adalah hari pertama Olan masuk SMP.

Dan Olan bukanlah siswa biasa. Ia adalah siswa inklusi atau siswa berkebutuhan khusus. SMPN 29 adalah salah satu SMP yang menerima anak inklusi. Dan pantas saja Catur begitu gembira karena perjuangannya memasukkan Olan ke SMPN 29 tidak sia-sia.

"Saya harus mengurus ke Dinas Pendidikan Surabaya untuk memasukkan anak saya ke SMPN 29," ujar Catur kepada detikcom di SMPN 29, Senin (18/7/2016).

Olan sendiri baru saja lulus dari SDLB YPSC Semolowaru. Menurut keterangan singkat Catur, Olan adalah penderita cerebral palsy yang membuatnya lemah atau tidak mampu menggerakkan anggota bagian tubuhnya. Kondisi ini memnbuat Olan harus duduk di kursi roda.

"Kalau menulis memang memerlukan bantuan, tetapi kemampuan otaknya normal," lanjut Catur.

Tentu saja Catur tak berharap anaknya bisa menjadi seperti 'anak normal' lainnya. Tetapi perempuan berjilbab ini berharap anaknya mampu bersaing di antara anak-anak lainnya tanpa dibedakan secara khusus.

Dan PLS di SMPN 29 ini, kata Catur, adalah salah satu upaya sekolah untuk lebih mengenalkan lingungan sekolah tanpa ada paksaan atau embel-embel lain. Setiap siswa hanya diharuskan membuat ID card untuk identitas diri menurut seleranya sendiri. Setiap siswa juga diharuskan membawa makanan empat sehat yang dimakan sendiri di sekolah.

Siswa juga disuruh membawa satu atau dua jenis sembako yang nantinya sembako tersebut dikumpulkan dan dibagikan kepada warga sekitar yang membutuhkan. Pembagian sembako juga akan melibatkan siswa sendiri. Catur sangat mengapresiasi kegiatan ini.

"Tadi pagi anak-anak diajak jalan-jalan keliling sekolah. Lalu diajak ke musala. Salat juga di musala. Kegiatan ini berbeda sekali dengan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS)," kata Catur.

Dan Catur juga tak perlu bersusah payah mendorong kursi roda anaknya karena ada senior atau kakak kelas yang mendorongnya. Dengan perlakuan itu, menurut Catur, hubungan anaknya dengan kakak kelas juga menjadi lebih akrab.

Wakil Kepada Sekolah bagian humas SMPN 29, Darsono, mengatakan, tahun ini SMPN 29 menerima 380 siswa baru. Dari siswa baru tersebut, 19 diantaranya adalah siswa inklusi. Dan SMPN 29 tidak ada masalah dengan siswa inklusi karena sudah berpengalaman, bahkan SMPN 29 adalah pionir sekolah penerima siswa inklusi.

"Kami sudah menerima siswa inklusi sejak tahun 2010. Kami yang pertama. Dua tahun setelahnya baru ditunjuk sekolah lain," ujar Darsono.

Menurut Darsono, tidak ada pembedaan antara siswa inklusi dengan siswa lain. Tetapi tetap ada pengawasan dan pemantauan. Khusus siswa inklusi, SMPN 29 menugaskan satu guru inklusi dan dua psikolog, termasuk dalam kegiatan PLS kali ini.

"Dalam PLS kali ini, kami bagi menjadi dua gugus yang masing-masing gugus dipandu dua guru pendamping dan panitia kegiatan dari pengurus OSIS," kata Darsono.

Selain pengenalan sekolah, dalam PLS ini juga diberikan materi dan kegiatan tentang adiwiyata, motivasi pelajar, mendatangkan cak dan ning, penyuluhan bahaya narkoba oleh polisi, dan lain sebagainya.

"PLS dilaksanakan selama tiga hari. PLS kami isi dengan kegiatan yang positif," tandas Darsono. (iwd/fat)
Berita Terkait