"Kami memohon kepada pemerintah khususnya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk memberikan perlindungan kepada industri nasional dari gempuran produk impor," kata Henry Setiawan kepada wartawan di Surabaya, Kamis (16/6/2016).
Wakil Ketua Asosiasi IZASI (Indonesia Zinc Alumunium Steel Industry) ini menerangkan, industri baja lapis seng alumunium Indonesia berjuang mati-matian dalam menghadapi gempuran produk impor yang membanjiri pasar di Indonesia.
Produk impor dari China dan Vietnam ini lebih murah sekitar 20 persen dari produk nasional. Kondisi itu menyebabkan utilisasi industri BjLAS sebesar 600 ribu ton per tahun tidak maksimal, serta semakin menurun dengan adanya indikasi penyimpangan kode HS dan praktik dumping yang dilakukan para importir.
"Penurunan utilisasi industri ini juga mengancam keberlangsungan penyediaan lapangan pekerjaan. Ada sekitar 1000 orang pekerja langsung dan bisa 3000 orang pekerja tidak langsung pada industri turunannya seperti industri rool forming (atap gelombang, rangka atap baja ringan, rangka plafon, serta tukang yang memasang produk tersebut)," paparnya.
Henry yang juga Presiden Direktur Sunrise Steel ini menduga, adanya indikasi praktik dagang yang tidak 'fair' oleh para importir, juga mahalnya beberapa komponen biaya produksi seperti gas dan listrik.
"Kami sangat berharap pemerintah dapat segera mengimplementasikan Perpres No 40 Tahun 2016 tentang Penetapan harga gas bumi," ujarnya.
"Juga memberikan perhatian khusus kepada industri baja dalam negeri," tandasnya sambil menambahkan, penurunan harga energi (gas dan listrik) dapat menjadi salah satu amunisi industri dalam meningkatkan daya saing industri dalam negeri, khususnya menghadapi produk impor. (roi/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini