Lumpur panas Lapindo mulai menyembur 29 Mei 2006 lalu. Semburan ini mengakibatkan ribuan warga harus meninggalkan kampung halaman untuk mencari lokasi yang aman.
"Hari ini kami melakukan aksi untuk memperingati 10 tahun semburan lumpur Lapindo. Kami memakai dandanan seperti seorang ibu, menggambarkan bahwa setelah pasca tragedi semburan lumpur Lapindo, ekonomi rumah tangga mereka ditopong kaum ibu," ujar Harwati (40), warga Siring Porong selaku korlap aksi, Minggu (29/5/2016).
Sebelum aksi dimulai, mereka jalan kaki dari Taman Dwarakarta yang terletak di sebelah utara Mapolsek Porong ke tanggul titik 21. Mereka juga membawa tumpeng dan sejumlah hasil bumi yang dulu sempat tumbuh di kampung mereka.
Kami kata Harwati, berharap dengan momen 10 tahun semburan lumpur ini pemerintah dari daerah hingga pusat tetap memperhatikan nasib para korban lumpur yang kehilangan pekerjaan. "Bukannya kami minta bantuan dicarikan pekerjaan, namun dibantu dibidang kesehatan dan pendidikan anak kami," jelas Harwati yang saat ini mejadi pengojek di tanggul lumpur.
Harwati mengaku, kija dirinya dan beberapa teman seprofesi tidak memiliki tiga kartu sakti yang diberikan oleh Kemensos. Padahal, Menteri Khofifah Indarparawansa yang pernah berkunjung ke tanggul titik 21 berjanji akan memberikan kartu tersebut. "Namun sampai saat ini belum ada realisasinya," pungkasnya. (bdh/bdh)











































