Penyelaman ini diawali Ketua Nelayan Samudera Bakti, pengelola obyek wisata Bangsring underwater Ikhwan Arif, Sabtu pukul 10.30 Wib dan diakhiri Sukirno Minggu pukul 14.00 Wib.
Para nelayan ini secara bergantian melakukan penyelaman selama 30 menit. Mereka didampingi penyelam dari Universitas Brawijaya Malang. Selain menyelam, mereka juga melakukan penelitian terkait perubahan ekosistem di dasar laut.
Para nelayan ini mengaku awalnya menemui kesulitan saat menyelam, karena belum terbiasa memakai peralatan selam secara profesional.
Menurut Sahawi, biasanya para nelayan menyelam menggunakan peralatan tradisional. Baru di acara ini, seluruh nelayan wajib memakai peralatan selam profesional. Sahawi mengaku baru mendapat pelatihan sehari sebelum acara ini. Meski hanya satu jam mendapat pelatihan, Sahawi bisa memakainya.
"Awalnya kami masih banyak yang belum terbiasa pakai peralatan selam yang lengkap seperti ini. Yang paling sulit membiasakan diri dengan tabung oksigen seberat 20 kg. Belum lagi peralatan-peralatan lainnya," kata Sahawi, salah satu penyelam, kepada detikcom, Minggu (22/5/2016).
Meski demikian nelayan-nelayan sukses menyelesaikan Banyuwangi Underwater Festival ini, mencatat rekor MURI. Hasil ini akan diserahkan ke MURI.
"Semua pengamatan jalannya kegiatan, dan apa saja hasilnya kami catat dan dituangkan dalam akta notaris," kata Teguh Pambudi, Notaris yang mencatat pelaksanaan Banyuwangi Underwater ini.
Menurut Teguh, dari hasil pencatatan tidak ada masalah selama pelaksanaan penyelaman 28 jam yang dilakukan oleh nelayan. "Selain menyelam 28 jam, dengan 56 nelayan, empat cadangan, dan 29 pendamping," kata Teguh.
Sebenarnya tidak hanya 28 jam, namun para nelayan ini juga melakukan penyelaman untuk pengibaran dan penurunan bendera Merah Putih selama 45 menit. Nantinya selama tujuh hari kerja, menurut Teguh, hasil dan datanya dikirim ke MURI.
"Tapi itu tidak dihitung. Yang dihitung 28 jam penyelaman," kata Teguh.
Selain Rekor MURI, festival ini juga untuk kampanye konservasi terumbu karang yang selama beberapa tahun belakangan menjadi fokus kegiatan para nelayan Bangsring.
Di Fesitival ini dilakukan observasi ilmiah terhadap kehidupan ikan laut di perairan yang masuk Zona Perlindungan Bersama (ZPB) Samudera Bakti itu. Para penyelam akan dilengkapi dengan papan tulis untuk mengamati jumlah ikan dan ukurannya di kawasan yang telah ditentukan selama penyelaman berlangsung.
Ada dua jenis ikan yang akan menjadi target penelitian dalam penyelaman tersebut. Yaitu ikan Baronang (Sigamus sp) dan ikan Kakatua (Scarus croicensis). Kedua ikan tersebut, banyak ditemukan di perairan yang menjadi obyek wisata bahari berbasis konservasi Bangsring Underwater.
"Penyelam akan menghitung seberapa banyak dua ikan itu, di kawasan yang telah menjadi target penelitian. Para penyelam, nantinya, akan berpegangan pada sesuatu yang telah ada di bawah laut yang telah ditentukan," kata Sukandar, peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang, yang melakukan supervisi terhadap berlangsungnya acara pemecahan rekor MURI tersebut.
Kemudian akan dicatat jumlah dan ukuran ikan-ikan itu dalam radius lima meter. Sepanjang 2,5 meter samping kiri dan kanannya, serta 2,5 meter depan dan belakangnya. Hasil dari penelitian ini akan diolah dan diteliti oleh Universitas Brawijaya. (fat/fat)











































