"Pertanyaannya ya seputar proses jual beli sampai kami menyerahkan kunci rumah," ujar Tjintariani kepada wartawan usai mnjalani pemeriksaan, Selasa (17/5/2016).
Namun Tjintariani mengaku lupa dengan pasti tanggal-tanggal proses jual beli tersebut. Tjintariani menganggap proses jual beli rumah yang diwarisinya tersebut sama dengan proses jual beli rumah biasa. Hanya saja ada bangunan cagar budaya di dalamnya.
"Kami dulunya senang rumah kami dijadikan cagarbudaya. Ternyata sekarang kami merasakan begitu tidak mudahnya menyandang nama itu, jadi beban berat," kata perempuan 66 tahun itu.
Tjintariani sendiri mengeluhkan minimnya data yang masuk ke keluarganya mengenai bangunan cagar budaya. sehingga meski bangunan itu sudah disahkan secara cagar budaya, namun dia tak pernah menerima SK nya. Begitupun juga dengan pembayaran PBB yang diakunya dibayar secara penuh.
"Kami baru tahu kalau PBB 50 persen untuk cagar budaya setelah kasus ini mencuat," tandas Tjintariani. (fat/iwd)











































